“Lalu aku melihat: aku mendengar seekor burung nasar
terbang di tengah langit dan berkata dengan suara nyaring: ‘CELAKA, CELAKA, CELAKALAH MEREKA YANG DIAM DI ATAS BUMI OLEH
KARENA BUNYI SANGKAKALA KETIGA MALAIKAT LAIN, YANG MASIH AKAN MENIUP
SANGKAKALANYA’” (Wahyu 8:13).
Kitab Wahyu menandai peranan
sangkakala secara lebih jelas dibandingkan yang disadari kebanyakan orang.
Kunci untuk memahaminya adalah Wahyu 6:9-11. Di sana “di bawah mezbah
jiwa-jiwa” berseru, “Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar,
Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang
diam di bumi?” (ayat 10). “Mereka yang diam di bumi” adalah orang-orang yang
telah menganiaya dan membunuh umat Allah yang setia. “Mereka” ini juga tampil
lagi di dalam Wahyu 8:13. Tiga celaka dari sangkakala kelima, keenam, dan
ketujuh menimpa “mereka yang diam di bumi.” Oleh karena itu, ketujuh sangkakala
merupakan penghakiman terhadap mereka yang telah membunuh dan menganiaya umat
Allah yang setia.
Wahyu 8:2-6 mengatakan
kepada kita bahwa sangkakala berbunyi sebagai tanggapan terhadap doa-doa orang
kudus, yang naik seperti dupa dari mezbah (ayat 3, 4). Apakah doa-doa itu?
Mereka adalah orang-orang kudus yang telah dibunuh (Why. 6:9-11) dan berseru
menuntut keadilan. Saat doa-doa itu tiba di surga bergabung dengan dupa,
penghakiman pun dijatuhkan ke atas bumi (Why. 8:5, 6). Oleh karena itu, ketujuh
sangkakala membawa pesan penting bagi mereka yang teraniaya, terabaikan, dan
dibunuh karena iman mereka. Sangkakala-sangkakala itu meyakinkan mereka bahwa
Allah secara aktif melawan orang-orang yang telah menindas mereka.
Seorang teman saya adalah
seorang professor di sebuah sekolah kedokteran. Seorang pelayan gereja memohon
kepadanya supaya dia meninggalkan pekerjaannya yang mapan itu dan melayani
untuk gereja, tinggal di apartemen sederhana milik gereja. Karena cintanya
kepada Yesus, tanpa ragu-ragu dia menerima pekerjaan itu. Namun satu hari, dia
dipecat karena perbedaan pendapat dengan seorang pengurus gereja. Terpana,
sambil termenung dia yang tadinya seorang yang kaya dan berpengaruh di
negaranya, kini tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki sumber pendapatan.
Dalam keputusasaan dia pulang ke rumah dan mendapati kunci apartemen gereja
telah diganti dan semua benda miliknya telah dilemparkan di pinggir jalan. Istrinya
tampak duduk di bangku sambil menangis tersedu-sedu. Ketika balas dendam adalah
pikiran yang pasti dimiliki oleh kebanyakan orang, teman saya memutuskan untuk
membiarkan Allah yang bertindak. Sangkakala telah meyakinkan kita bahwa Allah
menandai ketidakadilan dalam dunia kita dan akan memperbaikinya sesuai dengan
waktu-Nya.
Tuhan, terima kasih atas jaminan bahwa segala yang
menimpaku penting bagi-Mu