“Maka
aku melihat Anak Domba itu membuka yang pertama dari ketujuh meterai itu,…
Dan aku melihat: sesungguhnya, ADA SEEKOR KUDA PUTIH DAN ORANG YANG
MENUNGGANGINYA MEMEGANG SEBUAH PANAH DAN KEPADANYA DIKARUNIAKAN SEBUAH MAHKOTA.
LALU IA MAJU SEBAGAI PEMENANG UNTUK MEREBUT KEMENANGAN.” (Wahyu 6:1,2)
Siapakah
penunggang kuda putih itu? Tampaknya simbol-simbol ini secara konsisten
menunjuk ke arah yang sama. Yang pertama dan terpenting, warna kuda itu putih.
Sepanjang Kitab Wahyu, warna putih
selalu merujuk pada Kristus dan umat-Nya. Hal yang sama berlaku untuk “makhota
kemenangan” (stephanos) yang dipakai
penunggang kuda putih itu.
Walaupun
“mengalahkan” mungkin mencerminkan bahasa yang negatif, pada intinya itu
merupakan istilah rohani di dalam Kitab Wahyu. Faktanya, hingga pasal 6, kata
bahasa Yunani untuk mengalahkan
selalu merujuk pada Kristus dan umat-Nya [“barangsiapa menang aku akan
mengaruniakan…”]. Kata “mengalahkan” di dalam Wahyu merujuk pada kemenangan
atas perkara-perkara rohani (Wahyu 5:5 ; 2:11). Oleh sebab itu, penunggang kuda
putih melambangkan Injil Yesus Kristus, diawali dengan penobatan-Nya di surga
(Wahyu 5) dan berlanjut hingga pada akhirnya. Meneruskan Injil sekarang adalah
aktivitas umat Allah di dunia.
Saya
tidak akan pernah melupakan bagaimana Injil itu datang kepada saya. Melayani
sebagai pendeta, saya ingin menyenangkan Allah dan menjangkau orang-orang bagi
Dia. Namun demikian, yang saya lakukan adalah sekadar mendapatkan kredit
dari-Nya. Tidak ada jaminan bahwa kehidupan saya itu benar di hadapan-Nya.
Suatu
hari saya berjalan menyusuri jalan setapak di hutan, membagikan Injil kepada
seseorang. Dia menatap saya dengan penuh antusias.
“Dapatkah
Allah menerima saya atas semua yang saya lakukan?”
“Oh,
ya, ” kata saya dengan yakin, tetapi kelihatannya tidak demikian.
Berulang
kali saya meyakinkan dia bahwa semua dosa bisa diampuni. Kami mengucapkan “doa
para pendosa.”
Lalu
dia menatap saya dan berkata, “Apakah menurut Anda, Allah benar-benar ada di
sini?” Saya menjawab, “Tentu saja.” Tepat pada saat itu kilat menyambar, guruh
menggelegar, dan hujan lebat membuat kami basah kuyup. Dia menatap saya dengan
mata bersinar-sinar. “Aku dibaptis sekali lagi!” Dan saya bisa melihat bahwa
Injil telah menjangkaunya. Tetapi ketika saya melihat kekuatan Injil di
matanya, Allah juga menjamah saya untuk membiarkan diri saya menerima-Nya saat
itu. Katanya, kilat tak pernah menyambar tempat yang sama dua kali, tetapi hari
itu satu Injil telah menjangkau dua jiwa.
Tuhan,
aku perlu tahu bahwa aku berjalan bersama-Mu hari ini. Sentuh hatiku dengan
apapun juga yang perlu untuk dibenarkan, apapun yang perlu aku pahami. Aku
ingin menjadi tahir di mata-Mu.