“Lalu malaikat yang keempat meniup sangkakalanya dan
terpukullah sepertiga dari matahari dan sepertiga dari bulan dan sepertiga dari
BINTANG-BINTANG, sehingga sepertiga dari padanya menjadi gelap dan sepertiga dari
siang hari tidak terang dan demikian juga malam hari” (Wahyu 8:12).
Ketika saya berumur 10
tahun, saya menghabiskan dua tahun tabungan saya untuk membeli sebuah teleskop.
Saya berpikir sangat hebat rasanya dapat melihat langit dan hal-hal luar biasa
seperti cincin Saturnus, kawah di permukaan bulan, dan bulan-bulan planet
Jupiter dan awannya yang berwarna warni. Tetapi hal terbaik yang pernah saya
lihat melalui teleskop saya adalah Belantik (Pleiades). Walaupun awan berkabut di lingkungan daerah saya di
luar kota New York, Belantik benar-benar telah mencengangkan saya.
Banyak orang menganggap Belantik
sebagai tujuh saudari. Bila dilihat dengan mata telanjang, Belantik tampak
seperti kumpulan enam atau tujuh titik cahaya. Tetapi pada teleskop saya,
Belantik meluas menjadi sekelompok ratusan bintang yang bercahaya seperti
perhiasan. Bintang-bintang terlihat berwarna kuning, merah, biru, dan berbagai
macam warna, seperti mahkota kerajaan di istana-istana di Eropa. Setelah
pengalaman ini, saya sangat setuju yang dikatakan pemazmur, “Langit
menceritakan kemuliaan Allah” (Mzm. 19:1). Saat memandang langit melalui
teleskop saya, saya menangkap sekilas kebesaran Allah dan bagaimana Dia
menyukai hal-hal yang indah. Bintangbintang juga menceritakan sifat Allah yang
mahabesar, yang tidak terbatas untuk Ayub. Ketika Ayub ditanya mengapa dia
mengalami banyak penderitaan, Allah menunjukkan kepadanya bintang-bintang.
“Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika, dan membuka belenggu bintang
Belantik? Dapatkah Engkau menerbitkan Mintakulburuj pada waktunya, dan memimpin
bintang Biduk dengan pengiring-pengiringnya? (Ayb. 38:31-33).
Ayat kita hari ini
berbicara tentang sebagian kegelapan yang turun menutupi bintang-bintang dan
benda-benda langit lainnya. Dalam arti rohani, ini menyoroti suatu masa dalam
sejarah saat peristiwa-peristiwa melenyapkan pengetahuan yang sejati tentang
Allah. Seperti halnya sukar untuk membayangkan dunia di mana kita tidak bisa
menyaksikan bintang-bintang lagi, penulis Wahyu dirisaukan oleh pemikiran
tentang dunia di mana terang rohani Allah tidak tampak lagi.
Dalam konteks ayat ini
kita menemukan Allah yang terkadang menyembunyikan diri-Nya. Ketika kita tidak
menganggap serius kehadiran-Nya, ketika tidak mengacuhkan berkat-berkat
berlimpah yang Dia berikan bagi kita semua, Dia terkadang menghilangkan
diri-Nya dari pandangan kita untuk sesaat. Dia berharap bahwa kita akan
mengingat apa yang telah hilang dan akhirnya menginginkan untuk berjalan
kembali bersama-Nya.
Tuhan, jangan sembunyikan diri-Mu dari aku. Biarlah
kemuliaanmu selalu menyelimuti aku. Aku ingin melihat Engkau sebagai Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar