“Lalu aku melihat ketujuh malaikat, yang berdiri di
hadapan Allah, DAN KEPADA MEREKA DIBERIKAN TUJUH SANGKAKALA” (Wahyu 8:2).
Suatu hari kawan saya,
Jim, berada di Beijing, Cina, dan membutuhkan sepatu ukuran 11. Nah,
mendapatkan sepatu ukuran 11 tidak masalah di Amerika Utara atau Eropa, namun
sesuatu yang mustahil di Cina. Jim menelusuri pasar terbuka yang menjual
sepatu-sepatu baru, namun tak ada yang muat.
Di sebuah toko, akhirnya
Jim menemukan sepasang sepatu sesuai ukuran kakinya, namun tidak cocok dengan
seleranya. Pramuniaga memohonnya membeli sepatu itu dan menurunkan harganya.
Dengan sopan Jim mengucapkan terima kasih dan berusaha pergi dari situ. Si
pramuniaga menahan lengannya erat-erat, dan merayu Jim untuk membelinya sambil
memberikan diskon lumayan besar. Setelah beberapa menit, Jim meloloskan diri
dan melanjutkan pencariannya. Tak disangka-sangka, si pramuniaga mengikuti Jim sambil
memegang sepatu itu (kini harganya turun menjadi $8). Agar si pramuniaga tidak
mengganggunya lagi, akhirnya Jim membeli sepatu itu. Seandainya pramuniaga itu
tidak gigih, Jim pasti tidak membeli sepatu itu.
Konsep sangkakala
memiliki latar belakang yang kaya di dalam Perjanjian Lama. Enam kata Bahasa
Ibrani dan dua kata Bahasa Yunani diterjemahkan sebagai “sangkakala” dan
“meniup sangkakala.” Dari ke-134 penggunaannya dalam Perjanjian Lama berbahasa
Yunani, 75 di antaranya adalah dalam konteks pemujaan, 33 merujuk situasi
perang, dan 10 memperingatkan bahwa musuh sedang mendekat (Yeh. 33).
Yang terpenting dari
referensi-referensi ini adalah Bilangan 10:8-10. Sangkakala itu perkakas suci
yang digunakan dalam ibadah maupun dalam peperangan. Tiupan sangkakala bagaikan
seruan agar Allah mengingat perjanjian-Nya. Saat Dia mendengar seruan
sangkakala umat-Nya, maka Dia melindungi dan membela umat-Nya dalam peperangan
(ayat 9). Dan saat para imam meniup sangkakala atas korban-korban dalam
penyembahan bangsa Israel, Allah “mengingat” umat-Nya dan mengampuni dosa-dosa
mereka (ayat 10). Dengan demikian, manakala imam-imam membunyikan sangkakala,
Allah bertindak. Jadi peniupan sangkakala merupakan simbol perjanjian doa. Saat
umat Allah berdoa atas dasar janji-Nya, maka Dia akan menjawab. Dia akan membebaskan
mereka dari musuh-musuh mereka dan juga dari dosa.
Sepintas, ketujuh
sangkakala itu seperti rangkaian doa untuk peperangan dan bencana. Tetapi lebih
mendalam, sangkakala itu menunjukkan suatu konsep rohani. Itu menyimbolkan
seruan umat Allah agar Dia menegakkan kebenaran di bumi ini. Dan seperti
pramuniaga sepatu di Beijing, tidak percuma jika kita bertekun berseru dalam
doa.
Tuhan, tolong aku agar tidak balas dendam di dalam
kehidupanku seharihari. Sebaliknya, memercayai Engkau untuk melakukan yang
benar dan membereskan “musuh-musuhku” jika memang perlu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar