“Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan DOA ORANGORANG KUDUS ITU dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah” (Wahyu 8:4).
Sebuah kapal karam dalam
badai dan hanya dua orang yang selamat. Mereka sanggup berenang ke pulau kecil
yang menyerupai padang pasir. Dua orang yang selamat itu, tidak tahu apa yang
mesti diperbuat, sepakat bahwa tidak ada yang bisa mereka perbuat selain berdoa
pada Tuhan. Mereka memutuskan untuk menjadikan hal itu pertandingan doa. Untuk
mengetahui doa siapa yang lebih efektif, mereka membagi dua pulau itu dan
tinggal di masing-masing wilayah yang sudah ditetapkan.
Hal pertama yang mereka
mohon adalah makanan. Keesokan paginya, pria yang pertama melihat pohon yang
berbuah lebat di sisi pulau bagiannya, dan dia bisa memakan buahnya. Wilayah
pria yang satunya tetap tandus. Setelah seminggu berlalu, pria yang pertama
kesepian, dan dia berdoa memohon seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal
lain yang karam di lepas pantai, dan satu-satunya yang selamat adalah seorang
wanita yang berenang di sisi pulau bagiannya. Namun di bagian lain pulau
tersebut, keadaan tidak berubah. Kemudian pria yang pertama berdoa memohon
rumah, pakaian, dan lebih banyak makanan. Ajaibnya, dia menerima semua itu.
Namun demikian, pria kedua tetap tidak menerima apa pun juga. Akhirnya, pria
yang pertama berdoa memohon ada kapal datang, supaya dia dan istrinya bisa
meninggalkan pulau tersebut. Di pagi harinya, dia mendapati sebuah kapal
berlabuh di sisi pulau bagiannya.
Pria yang pertama itu
naik ke kapal bersama istrinya dan memutuskan untuk meninggalkan pria yang
kedua di pulau itu. Dia menganggap pria kedua itu tidak pantas menerima
berkat-berkat Allah, karena tidak satu pun doanya yang dijawab. Saat kapal
hendak bergerak berangkat, pria yang pertama itu mendengar suatu suara dari
surga menggema, “Mengapakah engkau meninggalkan kawanmu di pulau itu?”
“Berkat-berkatku adalah
milikku, karena akulah yang memohonkannya,” jawab pria pertama. “Doa-doanya
tidak dijawab, jadi ia tidak pantas menerima apa pun juga.” “Engkau salah!”
suara itu menegurnya. “Doanya hanya satu, dan itu Aku jawab. Jika bukan karena
itu, engkau tidak akan menerima satu pun berkat-berkat-Ku.”
“Katakan padaku,” pria
pertama bertanya pada suara itu, “apakah yang dia doakan sehingga aku harus
berterima kasih kepadanya?” Jawab suara itu, “Dia berdoa agar semua doamu
dijawab.”
Meskipun kita tidak
senang untuk mengakuinya, seringkali keegoisan mewarnai doa-doa kita. Doa-doa
orang-orang kudus sejati memperlihatkan sikap berkorban diri bagi sesama
seperti yang diperlihatkan Yesus di kayu salib.
Tuhan, murnikan doa-doaku hari ini dengan “dupa”
kebenaran-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar