Minggu, 31 Maret 2013

1 April


“KEMUDIAN DARI PADA ITU AKU MELIHAT: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini.” (Wahyu 4:1).

Pemandangan Wahyu 4 dan 5 adalah satu yang paling dramatis dalam Alkitab. Bahkan lebih luar biasa dalam bahasa aslinya dibandingkan dalam terjemahannya. Saya belum pernah membaca ayat ini dalam bahasa Yunani tanpa air mata menggenangi mata karena suatu penggambaran yang luar biasa menggetarkan pikiran saya, ketika saya membayangkan bagaimana rasanya beribadah di surga. Adegan dimulai dengan perlahan-lahan, tetapi semakin lama semakin keras, hingga seluruh alam semesta bersatu dalam paduan suara besar menggemakan pujian kepada Anak Domba serta Dia yang duduk di atas takhta (Wahyu 5:11-14). Adegan berakhir saat keempat makhluk mengucapkan kata “Amin” yang diikuti oleh keheningan yang sunyi senyap.
Bahaya yang dihadapi para pembaca saat membaca ayat seperti Wahyu 4 dan 5 adalah kecenderungan  untuk terlalu fokus  pada detail-detailnya sehingga melewatkan tujuan utamanya. Tujuannya adalah menggambarkan kebesaran ruang takhta surgawi, kebesaran Allah, dan dengan demikian, kekuasaan dan kemuliaan dunia terlihat seperti debu. Ketika kita dapat melihat sekilas pintu gerbang surga yang terbuka, sangat tidak dimengerti kita takut kepada kekuatan dunia atau bahkan kepada seseorang khususnya. Pasal ini mengundang kita untuk membuang semua intimidasi dunia ke dalam bayangan kekuasaan Allah sebagai yang layak untuk disembah. Bila kita sungguh-sungguh mengenal Allah, kita akan mengerti apa sebenarnya arti sebuah peribadatan sejati itu.
Itulah pesan yang perlu saya dengar. Sering saya membiarkan manusia menjauhkan jalan saya dari jalan yang Tuhan ingin agar saya tempuh. Seorang atasan pernah menggunakan suatu tekhnik pemerasan, dengan maksud saya mengkompromikan integritas saya untuk mempertahankan pekerjaan saya. Kesempatan lain, pengaruh seorang guru yang saya kagumi membuat saya mempertanyakan pengajaran-pengajaran Alkitab yang sudah sangat jelas. Bisakah Anda mengerti mengapa saya bertekuk lutut dalam situasi semacam ini? Dapatkah Anda menangkap kekuatan intimidasi serta daya tarik manusia yang begitu sering mengalihkan perhatian kita dari rencana Allah dalam kehidupan kita? Dengan mengenang ruang takhta surgawi, kita bisa merespons dalam satu cara : Bertobat, tunduk dan mengikuti Dia Satu-satunya yang pantas disembah.

Tuhan, aku merasa ditegur setiap kali aku mengkompromikan hati nurani untuk menyenangkan manusia. Hari ini aku memilih untuk bertobat danmengikuti hanya Engkau saja.

Sabtu, 30 Maret 2013

31 Maret


“BARANGSIAPA MENANG, IA AKAN KUDUDUKKAN BERSAMA-SAMA DENGAN AKU DI ATAS TAKHTA-KU, sebagaimana Aku pun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." (Wahyu 3:21,22).

Janji ini benar-benar istimewa yang tidak segera menjadi jelas sampai Anda mengamati ketujuh janji kepada para pemenang di dalam ketujuh surat kepada jemaat-jemaat. Dalam urutan maju, masing-masing jemaat menerima janji yang makin lama semakin banyak.
Jemaat Efesus menerima satu janji : Sang pemenang akan memperoleh hak untuk makan  dari pohon kehidupan. Jemaat Smirna memperoleh dua janji. Wahyu 2:10,11, menawarkan kepada pemenang di Smirna mahkota kehidupan dan dia tidak akan menderita oleh kematian yang kedua. Ayat 17 menawarkan kepada pemenang di Pergamus tiga hal : Manna yang tersembunyi, batu putih, dan nama baru yang akan dituliskan pada batu putih. Jemaat di Tiatira total empat janji di dalam ayat 26-28. Pemenang di Tiatira memperoleh otoritas atas bangsa-bangsa. Dia akan memerintah mereka dengan tongkat besi, akan memukul mereka hingga berkeping-keping, dan juga akan dikaruniakan bintang timur. Pemenang di Sardis (Wahyu 3:4,5) berjalan bersama Yesus dan berpakaian putih, juga memperoleh jaminan bahwa tidak akan ada yang sanggup menghapuskan nama mereka dari kitab kehidupan. Malahan nama mereka akan diakui di hadapan Bapa dan malaikat-malaikat-Nya.
Saat ini seharusnya tidak mengherankan bahwa jemaat keenam, Filadelfia, menerima enam janji dari Yesus. Menurut Wahyu 3:10-12, Allah akan melindungi pemenang pada masa pencobaan, mereka akan menjadi sokoguru di dalam Bait Suci Allah, dan mereka tidak akan pernah pergi lagi dari situ. Sebagai tambahan, Allah akan menuliskan nama mereka selain juga nama kota Allah dan nama Yesus yang baru. Jadi ada enam janji. Jika Anda menjumlahkan janji-janji keenam jemaat yang pertama, Anda akan memperoleh total 21 janji, tujuh kali tiga!
Apakah itu berarti Laodikia akan memperoleh tujuh janji? Tidak. Malah sebenarnya hanya satu janji. Tapi itu adalah janji yang mengakhiri semua janji. Dalam ayat 21, pemenang di Laodikia akan duduk bersama-sama Yesus di atas takhta-Nya! Satu janji ini menggabungkan ke-21 janji yang diterima oleh keenam jemaat lainnya. Jika Anda duduk bersama-sama Yesus di atas takhta-Nya, Anda memiliki segalanya.
Sama seperti Laodikia adalah yang paling tak berpengharapan di antara ketujuh jemaat, maka jemaat itu juga memperoleh  janji yang terbaik. Jemaat yang tidak memiliki apa-apa menerima janji yang terbaik! “Di mana dosa semakin banyak, di situ kasih karunia menjadi bertambah-tambah.”

Tuhan, dalam kehidupanku yang penuh dengan kebutuhan, biarlah aku dapat menuntut janji-Mu yang besar.

Jumat, 29 Maret 2013

30 Maret


“Lihat, AKU BERDIRI DI MUKA PINTU DAN MENGETOK; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan MEMBUKAKAN PINTU, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3:20)

Yesus menggambarkan diri-Nya berdiri di muka pintu kepada Jemaat Laodikia, mengetuk dan menunggu sambutan untuk dipersilahkan masuk. Pintu Filadelfia adalah pintu keselamatan. Kristus yang membukakan, dan tidak seorangpun dapat menutupnya. Tetapi disini pintu tersebut ditutup bukan oleh Yesus, tetapi oleh Jemaat Laodikia sendiri. Itu merupakan kiasan dari Kidung Agung. Perhatikan kisah di balik perbandingan ini.
“Aku tidur, tetapi hatiku bangun. Dengarlah, kekasihku mengetuk. "…
"Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan mengenakannya lagi? Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya pula?"
“Kekasihku memasukkan tangannya melalui lobang pintu, berdebar-debarlah hatiku.
Aku bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku,…Tetapi tak kutemui, kupanggil, tetapi tak disahutnya.” (Kid. 5:2-6).
Isteri Salomo yang pertama adalah putri Firaun, raja Mesir (1 Raj. 3:1,2).
Meskipun didasarkan pada kesepakatan politik, tampaknya suatu pernikahan yang dilandasi cinta akhirnya berkembang. Walaupun belakangan Salomo membangun suatu harem yang sangat besar, riset baru-baru ini mendapati bahwa dia menjalani pernikahan yang monogami selama 20 tahun pertama (1 Raj. 9:9 ; 10 ; 11:1-4). Urusan cinta berkembang sedemikian sehingga kontak langsung antara raja dan ratu mungkin hanya jarang-jarang saja terjadi, karena mereka tinggal di istana yang terpisah walaupun saling berhubungan (1 Raj. 7:7,8).
Cerita dalam kisah ini mungkin bercerita tentang seorang wanita spesial dalam harem Salomo, yang mungkin adalah favoritnya. Dia berharap sang raja akan mendatanginya malam itu. Setelah menunggu dan menunggu, akhirnya dia menyerah dan pergi tidur. Lalu kekasihnya datang! Namun dalam kantuknya dia tidak melompat bangun dan mengundangnya masuk. “Tidak, tidak sekarang. Rasanya aku tidak ingin bangun dan mengenakan jubahku lagi. Kakiku akan kotor lagi.” Lalu dia berubah pikiran dan berlari ke pintu lalu membukanya. Sedihnya, sang kekasih telah pergi.
Ini adalah skenario mengerikan jika diterapkan pada gereja. Yesus tidak akan memaksa masuk, tetapi membiarkan gereja untuk memilih. Pesan yang ingin disampaikan disini adalah bahwa gereja tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Jika Laodikia tidak segera bertindak, akan terlambat jadinya.

Tuhan, bawalah aku mendekat kepada pintu hatiku hari ini. Aku tidak ingin terlambat membukakan pintu hatiku kepada-Mu.

Kamis, 28 Maret 2013

29 Maret


“Barangsiapa Kukasihi, ia KUTEGOR DAN KUHAJAR; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!” (Wahyu 3:19)

Kita hidup di dunia dimana konseling dan psikologi mengajar kita bersikap lemah lembut terhadap orang lain dengan kesadaran bahwa kita mengalami suatu penderitaan yang sama. Sebagai akbatnya, kita memandang perilaku salah orang lain sebagai suatu penyakit, bukannya dosa. Dan memang benar bahwa kita semua hingga tingkatan tertentu telah menjadi korban. Namun hasil pendekatan ini bisa jadi keeangganan untuk mendengar teguran, sekalipun dari mulut Yesus sendiri. Hanya sedikit orang ingin mendengar Allah berbicara keras kepada kita. Faktanya, Yesus menegur mereka yang Dia kasihi, dan seringkali dengan keras. Konfrontasi yang sejati dapat menghindarkan banyak sakit hati.
Pasukan Angkatan Darat Jerman sedang menapaki bukit. Di bawah mereka terbentang sungai Rhine, penuh dengan bongkahan salju yang mencair. Bahkan pada jarak ini pun, kehadiran Jerman sudah melanggar Perjanjian Versailles 1918. Menaiki menara tank, sang Komandan menghentikan barisan dan menatap ke kejauhan. Meriam-meriam Perancis di sisi seberang tetap bungkam. Barisan bergerak perlahan, mendengarkan bunyi artileri pertama. Tank-tank mengarungi batas air dan menyebar tanpa insiden tidak bersedia mengawali peperangan, pihak Perancis tidak berbuat apa-apa. Bertahun-tahun kemudian, setelah perang berakhir, barulah pihak Sekutu mendapati adanya perintah rahasia dari Hitler agar pasukannya meyeberangi sungai Rhine pada pagi hari di bulan Maret 1936 itu. Dia memberi tahu mereka bila melihat tanda-tanda perlawanan Perancis dimulai, mereka harus mundur.
Kita tidak pernah tahu pasti, tetapi mungkin kemanusiaan akan dapat mengubah jalannya Perang Dunia II seandainya hari itu Perancis memberikan perlawanan. Seandainya reputasi Hitler tercoreng, para jenderalnya mungkin tidak begitu kooperatif dengannya. Jutaan nyawa mungkin dapat terselamatkan seandainya Hitler mendapati di tahun 1936 itu negara-negara lain akan bertanggung jawab atas pelanggaran perdamaian.
Para pemimpin sekutu takut terhadap konflik bersenjata, tetapi mereka gagal untuk menghindarinya. Dan tidak adanya tindakan di pihak mereka menjadikan keadaan menjadi lebih buruk. Ketika itu baik orang-orang Jerman maupun para pemimpin angkatan bersenjata mereka, sebenarnya tidak ada yang siap untuk berperang. Perlawanan akan memaksa Hitler mundur. Pihak sekutu terlalu takut untuk memeranginya, memberi Hitler peluang untuk menambah angkatan bersenjatanya. Saat perang benar-benar pecah, kekuatan Hitler sudah jauh lebih kuat, dan dia sanggup memulai peperangan pada waktu yang dipilihnya. Disini kita bisa melihat bahwa menunda konfrontasi hanya akan membuat konflik bertambah parah.

Tuhan, terima kasih ketika Engkau menegur aku melalui Firman-Mu.

28 Maret


“Barangsiapa KUKASIHI, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! (Wahyu 3:19).

Natal adalah musim yang menarik bagi seorang anak berumur 6 tahun. Nicholas yang duduk di taman kanak-kanak, sibuk menghafalkan lagu-lagu untuk acara pertunjukan musim dingin sekolahnya. Sebuah acara ulangan diadakan pagi hari, dan para orang tua yang kebetulan jadwalnya padat pada malam itu punya kesempatan untuk menyaksikan pertunjukan.
Kebanyakan sekolah umum di Amerika telah berhenti menyebut ini sebagai “Natal”, jadi orang tua Kristen tidak mengharapkan lebih selain acara hiburan khas liburan serta kegembiraan. Dan tidak mengherankan jika semua anak mengenakan sarung tangan dan sweater merah, dengan topi rajutan warna cerah di kepala mereka. agak mengherankan jadinya, saat kelas Nicholas bangkit berdiri untuk menyanyikan “Christmas Love”.
Anak-anak di baris depan satu per satu memegang huruf-huruf berukuran besar, mengeja judul lagu mereka. Saat anak-anak menyanyikan lagu “C untuk Christmas”, seorang anak mengacungkan huruf C. Lalu “H untuk Happy” dan selanjutnya, hingga kelompok itu selesai mengeja pesan “Christmas Love”. Pementasan berjalan mulus hingga semua orang mulai melihat seorang gadis kecil pendiam di baris depan memegang huruf M dengan terbalik, dia tidak sadar bahwa hurufnya terlihat seperti W. Seluruh hadirin mulai dari kelas satu hingga kelas enam menertawakan kesalahannya. Tetapi dia tidak tahu kalau mereka menertawakannya, sehingga dengan bangganya dia berdiri sambil memegang huruf W.
Meskipun guru-guru berusaha menenangkan anak-anak, gelak tawa terus berlanjut hingga huruf terakhir diangkat. Hadirin terdiam dan mata terbelalak. Dalam sekejap semua orang menyadari alasan sebenarnya mengapa mereka merayakan musim liburan ini, alasan sebenarnya untuk semua kemeriahan ini. Karena ketika salah seorang anak mengacungkan tinggi-tinggi huruf terakhir, pesan yang disampaikan sangat jelas, “Christ was Love!”
Kata “kasih” jarang disebut dalam Kitab Wahyu. Yesus mengasihi kita (Wahyu 1:5); Jemaat Efesus telah meninggalkan kasih mereka yang pertama (Wahyu 2:4); dan jemaat Tiatira memperlihatkan kasih, kesabaran, serta pelayanan besar (ayat 19). Yesus mengasihi jemaat Filadelfia (Wahyu 3:9); umat Allah yang tidak mengasihi nyawa mereka hingga pada kematian (Wahyu 12:11); dan orang-orang di luar kota Yerusalem yang mengasihi kepalsuan (Wahyu 22:15). Jadi Kitab Wahyu menekankan pada teguran dan disiplin lebih daripada kasih. Ini membuat ayat di atas sangat penting, karena walaupun hal buruk terkadang menimpa umat Allah, tangan-Nya yang penuh kasih tetap menuntun segala sesuatunya untuk kebaikan kita.

Tuhan, Engkau memercikkan kasih-Mu dalam hidupku, sekalipun aku cenderung mengabaikannya. Bukakan mataku untuk dapat melihat itu hari ini.

27 Maret


“Maka Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya, dan juga PAKAIAN putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan KETELANJANGANMU YANG MEMALUKAN; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat MELIHAT.” (Wahyu 3:18)

Meskipun pekabaran kepada ketujuh jemaat memiliki nilai universal, Yesus tentu saja menyapa jemaat abad pertama serta kondisinya melalui hamba-Nya Yohanes. Tapi Jemaat Laodikia tak menerima nasihat yang disampaikan .
Setelah melewati saluran-saluran air kuno, bus akan menurunkan Anda di dasar gundukan, yang puncaknya ternyata lading seorang petani. Saat Anda berjalan melintasi ladang, Anda akan melihat ke bawah dan menatap dengan perasaan takjub, Anda pun sadar bahwa sebuah kota besar berada di bawah tanah. Selanjutnya, orang bisa melihat sisa-sisa tempat pemandian umum srta struktur lain mencuat dari dalam tanah. Laodikia telah ditinggalkan lebih dari 1.500 tahun! Betul, jemaat di Laodikia benar-benar telah dimuntahkan dari mulut Yesus (Wahyu 3:16), karena dia tidak ada lagi.
Dalam pengertian lain yang lebih mendalam, Laodikia masih tetap bertahan. Penulis Kitab Wahyu tampaknya mengaitkan jemaat ini dengan umat Allah pada zaman Akhir ini, yang menghadapi peperangan terakhir dalam sejarah bumi ini, Harmagedon. Anda lihat, nasihat Yesus yang ditawarkan kepada Laodikia di dalam ayat kita hari ini menggemakan nasihat yang diberikan kepada mereka yang sedang menghadapi Harmagedon (Wahyu 16:15). Dua ayat mengandung empat kata bahasa Yunani : “Pakaian”. “memalukan”, “ketelanjangan” serta bentuk kata kerja dari melihat. Tidak ada ayat lain dalam Alkitab memiliki perpaduan kata-kata yang sama.
Perhatikan Wahyu 16:15 : Lihatlah, Aku datang seperti pencuri. Berbahagialah dia, yang berjaga-jaga dan yang memperhatikan pakaiannya, supaya ia jangan berjalan dengan telanjang dan jangan kelihatan kemaluannya." Kata-kata untuk pakaian dan telanjang sudah jelas, bahkan dalam terjemahan. Kata yang diterjemahkan kelihatan kemaluannya mewakili dua kata bahasa Yunani untuk “melihat” dan “kemaluan”. Saat Allah berseru kepada generasi terakhir di bumi ini, Dia menggunakan bahasa Laodikia! Walaupun kota Laodikia sudah mati, sesuatu tentang dia masih ada terus hingga zaman akhir.
Jadi dalam pengertian tertentu, pekabaran kepada Laodikia mewakili para pengikut Yesus yang mengalami krisis terakhir dari sejarah bumi ini. Allah memanggil mereka yang tersisa untuk menerima nasihat yang ditujukan kepada Laodikia dan untuk berpegang erat-erat pada kekayaan sejati yang Allah tawarkan. Pekabaran kepada jemaat Laodikia, dalam pengertian khusus juga ditujukan kepada kita.

Tuhan, aku membutuhkan jubbah kebenaran-Mu hari ini. Beri aku visi yang jelas untuk membedakan yang baik dan yang jahat dalam apapun yang menimpaku.

26 Maret


“AKU MENASIHATKAN ENGKAU, SUPAYA ENGKAU MEMBELI DARI PADA-KU EMAS YANG TELAH DIMURNIKAN DALAM API, agar engkau menjadi kaya, dan juga pakaian putih, supaya engkau memakainya, agar jangan kelihatan ketelanjanganmu yang memalukan; dan lagi minyak untuk melumas matamu, supaya engkau dapat melihat.” (Wahyu 3:18).

Emas yang telah dimurnikan dalam api melambangkan jenis iman yang bertahan hingga pada kesudahannya. Saya percaya iman seperti itu pada dasarnya karunia dari Allah, tetapi ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meningkatkannya.
Ketika saya mengejar gelar doctor, dalam satu diskusi dengan seorang kolega, membuat saya benar-benar syok. Dia telah bekerja selama bertahun-tahun sebagai pendeta di luar Amerika Utara. Dia bercerita kepada saya bahwa di tempat asalnya, topik diskusi nomor satu di antara para hamba Tuhan adalah apakah Allah eksis atau tidak! Sungguh perlu mempertahankan kehidupan bersama dengan Tuhan, dan di zaman tekhnologi yang sangat sekular ini bukanlah perkara mudah. Kita hidup di zaman krisis rohani.
Di dunia Barat, krisis rohani ini terutama melanda mereka yang tumbuh dewasa dalam pergolakan tahu 1960-an. Banyak hal yang dulunya diturunkan sebagai sebuah kepastian, terbukti menjadi fakta yang perlu dipertanyakan. Beberapa hal yang diajarkan sebagai  “kebenaran Allah” agaknya lebih ditujukkan agar orang-orang tetap pada kekuasaannya. Akibatnya, generasi saya merasa dikhianati dan cenderung mempertanyakan segala sesuatunya.
Diperkenalkannya tekhnologi komputer dan internet secara fundamental telah mengubah cara orang-orang berpikir dan berlogika. Kecepatan serta kompleksitas kehidupan ini bertambah secara pesat. Tampaknya tidak ada lagi yang stabil. Pekerjaan-pekerjaan mengalami perampingan, begitu gaji Anda sudah lumayan. Di mana Anda tinggal lebih merupakan suatu kebetulan daripada niat. Sebagai akibatnya, keluarga-keluarga besar mendapati diri mereka terpecah-belah.
Di masa-masa penuh tantangan ini kita perlu secara sadar dan sengaja mengembangkan hubungan dengan Allah. Salah satu cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan membicarakannya. Sering-seringlah membicarakannya dalam berbagai konteks. Iman akan diperkuat saat Anda membagikannya. Mengutip perkataan Ellen G. White : “Semakin Anda membicarakan iman, semakin besar iman yang Anda peroleh”. Luangkan waktu untuk bersama orang-orang yang dipenuhi iman. Setiap hari ingatkan diri Anda untuk menerima emas yang Yesus tawarkan dan izinkan situasi hidup ini menyepuh emas tersebut hingga menjadi kilau yang bertahan lama.

Tuhan, di tengah kesibukan sehari-hari begitu mudah untuk hidup dari jam ke jam tanpa kebergantungan kepada-Mu. Aku ingin meletakkan Engkau di pusat perhatianku hari ini. Tumbuhkanlah imanku.

25 Maret


“Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa ENGKAU MELARAT, DAN MALANG, MISKIN, BUTA DAN TELANJANG “ (Wahyu 3:17).

Pernahkah Anda bertemu seseorang yang mengurus anjingnya jauh lebih baik ketimbang mereka mengurus anak-anak mereka? Anjing-anjing tidak pernah dimarahi, tidak pernah kelaparan, dan menerima perhatian siang maupun malam hari. Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar . seorang teman saya mengamati situasi semacam itu : “Saya tida percaya dengan reinkarnasi, tapi seandainya ya, saya ingin terlahir kembali menjadi salah satu anjing-anjingnya Pat!” Anjing-anjing diperlakukan sedemikian rupa sehingga merasa istimewa dan menyombongkan diri dengan berasumsi bahwa mereka sepantasnya diperlakukan demikian.
Jemaat di Laodikia juga seperti anjing-anjing yang dimanjakan. Mereka berasumsi bahwa kemakmuran serta kemudahan yang mereka nikmati merupakan hak yang sudah sepatutnya mereka nikmati. Sebagai akibatnya, mereka nyaris tidak merasakan bahwa dosa telah menurunkan derajat kita hingga kepada kemelaratan batiniah dan bahwa kekayaan luar hanyalah kedok. Namun demikian, mereka yang teraniaya dan diperlakukan tidak baik di dunia ini sangat merasakan kondisi menyedihkan yang disembunyikan Jemaat Laodikia dari diri mereka sendiri. Mereka nyaris tidak bisa mengangkat wajah untuk memandang wajah seesamanya, apalagi berdoa memohon kesembuhan.
Seorang pria paruh baya bekerja di sebuah kantor. Penganiayaan seksual semasa kecilnya membuatnya rentan terhadap para para predator seksual di akademi dan universitas. Meskipun ingin untuk menikah dan berkeluarga, dia merasa takut terhadap keintiman dan lari berlindung setiap kali seorang wanita lajang mencoba mengajaknya mengobrol. Orang-orang berpendapat bahwa dia sedikit aneh dan biasanya tidak ingin berurusan dengan luka hatinya. Akhirnya, seorang pendeta melihat benteng yang dibangunnya dan menginvestaasikan waktu berjam-jam dalam persahabatan yang akhirnya membuat rahasia itu terbongkar dan dapat dibereskan.
Jika kita melihat orang-orang dari sudut pandang Yesus, saya pikir kita akan syok menyaksikan kehidupan menyedihkan yang dialami sebagian besar orang. Jarang sekali yang “di beri makan” oleh Firman Tuhan atau sentuhan lembut orang-orang, kehidupan spiritual mereka tidak ada sama sekali, dan di dalam keheningan malam, mereka melihat diri mereka menyedihkan, miskin, buta, dan telanjang. Jika kita telah disentuh dan diubahkan oleh kasih karunia Allah, maka kita dipanggil untuk pergi dan menjadi penyembuh-penyembuh orang-orang terluka ini. bukankah seperti itu kehidupan orang-orang Laodikia saat mereka menyadari kebutuhan mereka.

Tuhan, bukakan mataku terhadap mereka yang lemah, entah mereka menyadari kelemahan itu atau tidak.

Sabtu, 23 Maret 2013

24 Maret


“Karena engkau berkata: AKU KAYA DAN AKU TELAH MEMPERKAYAKAN DIRIKU DAN AKU TIDAK KEKURANGAN APA-APA, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang” (Wahyu 3:17)

Apakah yang salah dengan Laodikia? Dalam pengertian manusia, tidak ada. Kota itu telah berhasil mencapai semua yang didambakan manusia : kenyamanan, kemudahan, terpenuhi semua kebutuhannya. Tetapi Laodikia adalah sebuah jemaat dan Yesus Kristus telah memanggil jemaat kepada kehidupan yang mau berkorban diri. Jemaat harus meninggalkan zona nyamannya dan mengambil resiko yang radikal untuk menyebarkan Injil kepada mereka yang membutuhkan.
Bruce Olson bercerita tentang upayanya menyebarkan Injil kepada orang-orang Motilon di wilayah terpencil Amerika Selatan. Ia mempelajari bahasa mereka, dan penduduk di sana akhirnya menerima kehadirannya. Akhirnya kawan Motilon terkaribnya menjadi seorang Kristen , tetapi yang lain-lainnya nyaris tak menanggapi upayanya. Satu kebiasaan Motilon mencakup sesi menyanyi marathon yang mana, sambil bergelantungan di tempat tidur gantung di atas tanah, mereka menyanyikan kabar yang mereka dengar dan alami hari sebelumnya. Sepanjang festival itu, Olson mendengar, saat sahabat karibnya, Kristen Motilon yang pertama, menyanyikan kisah tentang Yesus, serta kisah tentang pertobatan pribadinya. Selama 14 jam, sementara kepala suku tetangga yang sebelumnya bermusuhan, mengulanginya kata demi kata, not demi not, Injil pun berkumandang di hutan malam itu.
Meskipun memperlihatkan perkembangan yang positif, sang misionaris merasa tidak nyaman dengan apa yang terjadi. “Kelihatannya begitu kafir” katanya, “musik dilantunkan dalam anak tangga minor yang janggal, kedengaran seperti musik tukang sihir. Kelihatannya begitu menurunkan martabat Injil. Namun demikian, saat saya menatap orang-orang di sekliling saya dan sang kepala suku, bergelantungan di tempat tidur gantung, saya melihat mereka sedang mendengarkan seolah-olah seluruh hidup mereka bergantung kepadanya. Bobby sedang menyampaikan kebenaran melalui lagunya.”
Bagaimana mungkin Allah bisa bernyanyi kepada orang-orang Motilon kecuali lewat bahasa musikal yang dapat berkomunikasi  kepada mereka? Zona nyaman ala Laodikia sang misionaris telah menjadi rintangan bagi penyebaran Injil. Jika menyangkut pada hal-hal rohani, dia berpikir bahwa caranya adalah satu-satunya cara yang benar, musik Kristen favoritnya adalah satu-satunya cara untuk menyampaikan Injil. Karena dia tidak mampu bergerak melewati zona nyamannya, Allah mendahuluinya dan menyanyi kepada orang-orang Motilon dengan cara mereka.

Tuhan, ganggulah zona nyamanku dan pakai aku untuk berhubungan dengan beberapa orang yang terhilang hari ini.

Jumat, 22 Maret 2013

23 Maret


Aku tahu segala pekerjaanmu: ENGKAU TIDAK DINGIN DAN TIDAK PANAS. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! JADI KARENA ENGKAU SUAM-SUAM KUKU, DAN TIDAK DINGIN ATAU PANAS, AKU AKAN MEMUNTAHKAN ENGKAU DARI MULUT-KU.” (Wahyu 3:15,16)

Surat kepada Jemaat Laodikia menggambarkan jemaat dalam keadaan suam-suam kuku. Minuman panas dan dingin bisa menyegarkan. Minuman dingin pada hari yang panas benar-benar cocok. Minuman panas pada hari yang dingin dapat menghangatkan Anda. Tapi air yang suam-suam kuku pada hari seperti apapun menjadikan kebanyakan orang menjadi mual.
Kurang lebih enam mil dari kota kuno Laodikia terletak kota Hierapolis. Kota itu memiliki geyser, mata air panas yang bergelembung-gelembung, serta teras-teras air mineral. Malah, teras-teras tersebut tampak begitu menonjol di lokasi kota kuno Laodikia tersebut. Air di Hoerapolis dulu dan sekarang pun panas. Beberapa mil di sebelah timur Laodikia terletak kota Collosae. Di sana air bawah tanahnya dingin. Tapi Laodikia tidak punya mata air alami. Kota itu berlokasi disana karena di situ adalah pertemuan antara dua jalan utama. Jadi Laodikia mengalirkan airnya dari mata air panas di Hierapolis dan saat air itu tiba di kota, air tersebut sudah suam-suam kuku.
Kali pertama saya berkunjung ke Hierapolis, sekarang kota resor Pamukale di Turki, keluarga saya mendapati ilustrasi yang menarik dari ayat di atas. Di belakang Hotel Pam, tempat kami menginap, terdapat kolam-kolam yang berteras-teras tampak seperti mata air panas. Sebuah air mancur di puncak mencurahkan air mineral panas ke dalam kolam. Air keluar pada suhu 56˚C (sekitar 135˚̊F), dan masing-masing kolam mengalirkan air ke kolam di bawahnya dengan suhu sedikit lebih rendah daripada sebelumnya. Di teras paling bawah terdapat sebuah air terjun yang mengalir ke sebuah kolam air dingin. Di samping kolam air dingin terletak sebuah kolam yang tidak dipanaskan yang suhunya sama dengan suhu udara.
Saya mengamati bahwa orang-orang berkerumun di air panas di atas atau di air dingin di bawah. Banyak yang naik turun antara air panas dengan air dingin. Tetapi tidak seorangpun memilih kolam berair suam-suam kuku yang di tengah! Airnya tidak nyaman maupun tak membuat rileks.
Yang ingin Yesus tekankan adalah bahwa jemaat Laodikia itu tidak menarik dan tidak berguna, seperti kolam Hotel Pam yang suam-suam kuku. Jemaat Laodikia merasa puas dengan yang biasa-biasa saja. Tanggapan Yesus mengenai jemaat ini sangat mengagetkan, “Aku akan memuntahkan engkau dari mulutKu”. Jemaat-jemaat terdahulu berada dalam kemunduran, tetapi jemaat yang ini benar-benar berada dalam masalah.

Tuhan, selamatkan aku dari kondisi suam-suam kuku. Semoga kesakianku memberikan kesegaran kepada semua orang pada hari ini.

Kamis, 21 Maret 2013

22 Maret


"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, PERMULAAN DARI CIPTAAN ALLAH” (Wahyu 3:14)

Seharusnya “Penguasa dari ciptaan Allah”, namun beberapa terjemahan menerjemahkannya “Permulaan dari ciptaan Allah”. Mengapa perbedaannya begitu jauh? Disebabkan kata bahasa Yunani yang mendasarinya (arche-dilafalkan sebagai arkay) bersifat ambigu. Yesus adalah arche ciptaan Allah. Arche bisa mengindikasikan “tua” atau “awal mula”, sebagaimana di dalam arkeologi, “ilmu yang mempelajari benda-benda kuno”. Tapi bisa juga mengindikasikan pemerintahan-kerajaan yang pertama kata bahasa Inggris “patriarch” berarti “diperintah oleh para bapa”, dan “monarchy” yang berarti “diperintah oleh satu” . Jadi kata arche memiliki dua makna.
Dalam bahasa Yunani zaman Perjanjian Lama, arche adalah kata utama pertama di dalam Alkitab - “pada mulanya [en arche] Allah menciptakan”. Jadi Wahyu 3:14 menekankan pada Kejadian 1:1. Yesus datang kepada jemaat Laodikia sebagai “Penguasa dari ciptaan Allah”. Imbangan dari penguasa sejati dari ciptaan Allah, yaitu Adam (Kejadian 1:26-28), Dia adalah Adam “yang baru” atau Adam “kedua” (Roma 5:1 ; 1 Korintus 15).
Kisah penciptaan Alkitabiah menggambarkan Adam dalam pengertian tiga relasi mendasar: (1) Adam memiliki hubungan dengan Allah. Sebagai “gambar Allah” (Kejadian 1:26,27) dia memiliki harga diri yang tinggi, tetapi hubungannya dengan Allah adalah hubungan seorang bawahan dengan atasannya. (2) Gambaran Allah mencakup pria dan wanita (ayat 27). Allah menciptakan umat manusia untuk berhubungan satu sama lain, tanpa memandang latar belakang etnis. (3) Gambaran Allah juga mencakup kekuasaan atas bumi ini (ayat 26,28). Adam memerintah atas segala makhluk di muka bumi ini.
Ketika Yesus datang ke dunia, Dia adalah Adam Kedua dimana : (1) Dia memiliki hubungan sempurna dengan Allah, menaati semua yang diperintahkan Allah (Yohanes 8:28 ; 14:28 ; 15:10). (2) Dia memiliki hubungan sempurna dengan orang lain, hidup penuh pelayanan dalam kerendahan hati dan berkorban diri (Markus 10:45 ; Yohanes 13:1-17 ; Filipi 2:5-7). (3) Dia memiliki hubungan sempurna dengan bumi dan segala ciptaan. Binatang-binatang patuh pada perintah-Nya (Yohanes 21:2-11 ; Matius 17:24-27 ; Markus 11:1-7). Angin dan ombak tunduk kepada-Nya (Matius 8:26-27). Dalam segala hal, Yesus merupakan Adam seperti yang dimaksudkan.
Sebagai Adam Kedua, Yesus mengalami semua yang pernah kita alami. Seperti Adam yang pertama, kita punya sejarah kegagalan, cacat, dan rasa malu. Tetapi Yesus sanggup menggantikan sejarah pribadi saya yang bercacat cela dengan sejarah-Nya yang sempurna. Itu memberikan harapan bahwa saya bisa lebih menyerupai Adam Kedua dibandingkan yang pertama.

Tuhan, terima kasih atas sejarah baru yang aku miliki di dalam Yesus Kristus. Hari ini aku berniat untuk hidup sebagaimana Ia hidup.

Rabu, 20 Maret 2013

21 Maret



"Dan tuliskanlah kepada malaikat JEMAAT DI LAODIKIA…” (Wahyu 3:14).

Pekabaran kepada Jemaat Laodikia berkaitan erat dengan sejarah serta lingkungan kota tersebut. Kota itu terkenal untuk persediaan air yang buruk. Suhunya suam-suam kuku, persediaan air penuh dengan sedimen dan batu gamping. Air terlalu dingin untuk mandi, namun terlalu hangat untuk bisa menyegarkan tubuh pada hari musim panas yang gerah. Yeremia memakai istilah makanan busuk untuk mengilustrasikan rasa jijik yang dirasakan Tuhan karena perilaku orang-orangnya (Yeremia 24). Dalam ayat di atas, Yesus memberikan gambaran yang sangat mewakili situasi di Laodikia.
Kota tersebut terkenal karena kemandiriannya. Kota itu adalah pusat perbankan yang penting pada zaman kaisar Romawi Domitianus. Laodikia begitu bangga dengan kekayaannya sehingga menolak bantuan kaisar setelah terjadi gempa bumi besar di kota tersebut. Kota itu juga terkenal karena tekstilnya. Terutama kain dan karpet yang ditenun dari wol hitam, yang sangat bertolak belakang dengan pakaian putih yang ditawarkan Yesus. Kota itu juga merupakan lokasi sekolah kedokteran abad pertama yang mengambil spesialisasi pengobatan menggunakan salep telinga dan mata.
Jadi kota Laodikia , merupakan tempat yang mandiri yang tidak merasa membutuhkan bantuan dari luar, sekalipun sistem airnya berasal dari luar dan tidak enak. Yesus menggunakan sejarah dan lingkungan di Laodikia sebagai ilustrasi tentang kelemahan-kelemahan jemaat setempat.
“[Mengapa Allah] melihat satu kondisi yang benar-benar berbeda dibandingkan apa yang dilihat Laodikia sendiri? Alasannya terletak pada fakta bahwa Allah dan Laodikia melihat dua hal yang berbeda. Laodikia memusatkan pandangannya pada perkara-perkara material.”
“Laodikia cenderung mengamati pencapaian-pencapaiannya yang sebenarnya tidak layak diperhitungkan. Dia mengenang rumah-rumah sakit dan klinik-kliniknya yang didirikan berkat kekayaannya. Dia menyurvei sekolah-sekolah dan universitas-universitas dimana dia berniat untuk membawa orang-orang mudanya ke jalan yang benar. Dia menghitung percetakannya, yang didirikannya untuk membawa pencerahan kepada dunia. Dia mengingat rumah-rumah ibadahnya, yang didirikannya di banyak kota di banyak negeri. Dia menghitung keanggotaanya, serta menganalisis persembahannya.”
“Pemikirannya kembali ke awal mula, dan dengan kebanggaan yang tak kentara dan tanpa disadari kembali ke tahun-tahun pertumbuhan, perkembangan dan pencapaiannya. Sungguh hasil yang luar biasa. Laodikia berbahagia, puas. Dia memiliki doktrin yang sempurna, organisasi yang kompeten, pesan yang berkemenangan. Siapa yang sanggup menyangkal semua ini?”

Tuhan, kami tidak selalu bisa mengatur dimana kami hidup. Oleh karena itu, tolong aku untuk menolak semua hal di sekelilingku yang dapat menarik aku jauh dari rencana-Mu.

Selasa, 19 Maret 2013

20 Maret



“Barangsiapa menang, IA AKAN KUJADIKAN SOKOGURU DI DALAM BAIT SUCI ALLAH-KU, DAN IA TIDAK AKAN KELUAR LAGI DARI SITU; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari sorga dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru. Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat." (Wahyu 3: 12 ,13)

Tepat di luar kota Aswan, Mesir, di tengah-tengah danau Nasser, terletak sebuah pulau bernama Philae. Tempat itu dapat dicapai oleh felucca (perahu layar mesir) atau perahu motor kecil. Monarki Ptolomeus dari Yunani yang membangun kuil Philae kurang lebih dua abad sebelum zaman Yesus. Meskipun para penguasa Yunani itu tidak memuja dewa-dewi Mesir, mereka menghormati budaya Mesir  yang agung dan berusaha menyediakan kuil yang merupakan salinan budaya Mesir kuno dan arsitektur Thebes.
Dikarenakan relative lebih muda dan faktanya bahwa pasir menutupi kuil itu selama beratus-ratus tahun, Philae sekarang ini tetap mengagumkan dibandingkan reruntuhan Karnak serta area di sekitar Lembah Raja-raja. Atapnya tetap utuh, demikian pula karya seni di dalamnya, mencakup lukisan-lukisan penuh warna-warni yang tetap utuh bahkan setelah 2.200 tahun.
Seperti kuil-kuil Mesir kuno lainnya (dan seperti Bait Allah untuk Yahweh pada zaman Alkitab), seseorang melintasi gerbang yang sangat besar memasuki pelataran luar. Sebuah gerbang lain terbuka ke dalam struktur kuil itu, dengan kamar-kamar berurutan yang menuju ke kuil bagian dalam yang kecil yang merupakan bagian paling suci dari seluruh kompleks. Pada setiap tingkatan kesucian, akses menjadi makin terbatas, hingga akhirnya iman pada tingkatan yang paling tinggi yang dapat memasuki kuil sebelah dalam.
Kitab Wahyu penuh dengan kiasan Bait Allah di Surga. Wahyu 4 dan 5 menyinggung tentang kaki dian, dupa, Anak Domba, penyembahan dan hadirat Allah sendiri. Wahyu 6:9 berbicara tentang mezbah pengorbanan, dan Wahyu 8:3-5 serta 9:3 tentang mezbah pedupaan. Wahyu 11:9 secara eksplisit menghubungkan tabut perjanjian dengan bagian dalam tabernakel surgawi. Bait Allah surgawi disinggung kembali dalam Wahyu 15, hanya kali ini dikosongkan karena kemuliaan Allah berdiam di dalamnya (Wahyu 15:5-8). Kitab itu menyatakan bahwa umat Allah melaksanakan kebaktian di hadapan-Nya siang dan malam di dalam Bait-Nya (Wahyu 7:15-17 ; 22:2-5).
Janji kepada jemaat Filadelfia mencakup berdiam secara permanen di dalam bagian paling dalam dari Bait Allah surgawi. Orang-orang Kristen akan selalu berada di hadirat Ilahi. Ini berarti mereka berperan besar dalam pengaturan alam semesta (baca Wahyu 3:21). Meski lemah dan sering dibenci di dunia ini, hamba-hamba Allah akan ditinggikan di tempat tertinggi yang abadi.

Tuhan, persiapkan aku sekarang untuk peran mulia yang telah Engkau persiapkan bagi semua umat-Mu.