“Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang
ketujuh, MAKA SUNYI SENYAPLAH DI SORGA, KIRA-KIRA SETENGAH JAM
LAMANYA.... Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia PERGI BERDIRI DEKAT MEZBAH DENGAN SEBUAH PEDUPAAN EMAS. DAN
KEPADANYA DIBERIKAN BANYAK KEMENYAN untuk
dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas
di hadapan takhta itu.... Lalu MALAIKAT ITU
MENGAMBIL PEDUPAAN ITU, MENGISINYA DENGAN API DARI MEZBAH, DAN MELEMPARKANNYA
KE BUMI. Maka meledaklah bunyi guruh, disertai halilintar
dan gempa bumi. Dan KETUJUH MALAIKAT YANG MEMEGANG
KETUJUH SANGKAKALA ITU bersiap-siap untuk meniup sangkakala” (Wahyu 8:1-6).
Hari itu adalah pagi hari
seperti biasanya di Bait Suci di Yerusalem, kurang lebih pada zaman Yesus
hidup. Para imam sedang tidur di kamar-kamar di kamar atas yang ditopang
tiang-tiang penopang atap yang mengelilingi pelataran luar Bait Allah. Tidak
lama setelah ayam berkokok, yang bertugas hari itu mengetuk pintu-pintu. Lalu
dia membagi tugas pada upacara harian itu.
Pada tengah hari, mereka
menggiring seekor domba ke pelataran. Sementara seorang imam bersiap
menyembelih domba tersebut, imam yang lain memasuki Bait Suci untuk
membersihkan abu mezbah ukupan dan menyalakan kandil di bilik kudus (Why.
1:12-16). Dibukanya pintu utama menuju ke dalam Bait Suci (Why. 4:1) merupakan
pertanda untuk menyembelih domba (Why. 5:6-10). Para imam lalu membawa
potongan-potongan domba tersebut ke mezbah korban bakaran dan mencurahkan
darahnya di bawah mezbah (Why. 6:9-11). Imam yang ditunjuk lalu mengambil
pedupaan emas (Why. 8:3-5). Benda itu mirip wajan penggorengan dengan tangkai
panjang dan penutup. Imam mengisinya dengan bara dari api yang terpanas di
mezbah korban bakaran (Why. 8:3). Lalu dia memasuki pintu Bait Suci dan
mengatur bara api di mezbah ukupan.
Pada saat diperintahkan,
dia menambahkan kemenyan ke atas bara api di atas mezbah (Why. 8:4). Pada
saat-saat yang penting ini, tiga hal terjadi. Seseorang melemparkan sekop ke
bawah (Why. 8:5) di antara mezbah korban bakaran dengan pintu masuk Bait Suci.
Terhentinya nyanyian oleh paduan suara Bait Suci menimbulkan keheningan sejenak
(Why. 8:1). Dan pada saat keheningan itu ketujuh imam akan meniup ketujuh
sangkakala (Why. 8:2, 6).
Yohanes mendasarkan
sepertiga bagian pertama Kitab Wahyu pada tamid, korban sehari-hari di Bait Allah. Dupa melambangkan
kebenaran Kristus diterapkan pada doa-doa orang kudus sepanjang Era
Kekristenan. Latar ini meyakinkan kita bahwa kebenaran Kristus yang sempurna
menutupi dosa-dosa kita, bahkan ketidaksempurnaan perbuatan-perbuatan baik
kita.
Tuhan, terima kasih atas jaminan bahwa aku boleh
bersama Engkau hari ini, tidak peduli betapa pun tak berharganya aku merasa.