“Dan
semua malaikat berdiri mengelilingi takhta dan tua-tua dan keempat makhluk itu;
mereka tersungkur di hadapan takhta itu DAN MENYEMBAH ALLAH, sambil
berkata: "Amin! puji-pujian dan kemuliaan, dan hikmat dan syukur, dan
hormat dan kekuasaan dan kekuatan bagi Allah kita sampai selama-lamanya!
Amin!" (Wahyu 7:11,12)
Seminari
tempat saya bekerja mengadakan retreat
tahunan ke daerah pedesaan, mendengarkan
beberapa hal dari seorang pembicara utama yang diundang khusus, dan pada
umumnya bercengkerama saling menguatkan persahabatan satu sama lain. Beberapa
pasangan dewasa biasanya ikut dengan kami untuk mengurus anak-anak mereka.
menjelang penutupan sebuah retreat dua belas tahun yang lalu, pemimpin dari
program anak-anak mendatangi saya dan berkata, “Saya dengar Anda menyekolahkakn
anak-anak Anda di rumah.” Saya jawab, “Ya.”
“Apakah
kalian mengajar tingkat master?” tanyanya (anak tertua kami ketika itu berumur
10 tahun). “Apakah maksud Anda?” saya bertanya bingung.
“Anak
Anda yang berumur 10 tahun selalu memberikan jawaban yang setara dengan tamatan
sarjana setiap kali pertanyaan Alkitab ditanyakan, ” dia menjawab. “Saya tidak
percaya dia berumur 10 tahun.” Jawaban itu seperti musik bagi hati seorang
ayah. “Oh, satu lagi perlu Anda tahu,” lanjutnya. “Saya bertanya kepada anak-anak
siapa pahlawan mereka, seseorang paling hebat yang mereka tahu, dan kebanyakan
anak menjawab atlet atau bntang film. Tetapi putri Anda menjawab, “Ayah saya!””
Pernyataan
itu menembak seperti peluru ke dada saya. Apakah Anda berpikir saya bangga?
Tidak sama sekali. Saya malah merasa malu dan tidak layak atas pujian demikian.
tetapi hal terbaik dari hal itu adalah bagaimana hati saya terikat pada putri
saya. Saya sangat mencintainya. Saya tidak ingin mengecewakan dia. Rasa cinta
yang mendalam dari dirinya terhadap saya merupakan makanan bagi jiwa saya.
Tidak ada yang dapat menggantikannya.
Manusia
terkadang bertanya-tanya mengapa Allah “menuntut” perbaktian. Apakah dia perlu
disembah-sembah supaya merasa senang?
Tidak, Dia menginginkan penyembahan kita sama seperti seorang ayah menginginkan
anaknya bangga dan mencintainya. Allah dapat mengurus diri-Nya, tetapi Dia
memiliki hati yang lembut. Kasih-Nya
kepada manusia membuat Dia ingin agar manusia juga mengasihi Dia. Dia seperti
seorang ibu yang senang ketika menerima setangkai bunga dari anaknya. Seorang
yang berpenyakit kusta kembali mengucapkan terima kasih, sangat menggugah
perasaan Yesus.
Ya,
Allah menginginkan penyembahan kita, karen Dia telah menempatkan hati-Nya
kepada kita umat-Nya. Dia memerlukannya, karena kasih kita sangat berarti untuk
Tuhan. Seperti Agustinus pernah berkata, “Allah ingin menjadi yang diinginkan.”
Tuhan,
aku merasakankegembiraan-Mu ketika aku datang kepada-Mu dalam doa dan
penyembahan. Aku akan membuat Engkau yang terutama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar