“Dan
ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah
JIWA-JIWA MEREKA YANG TELAH DIBUNUH oleh karena firman Allah dan oleh karena
kesaksian yang mereka miliki. Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya:
"Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak MENGHAKIMI DAN TIDAK MEMBALASKAN DARAH KAMI
kepada mereka yang diam di
bumi?" (Wahyu 6:9,10).
Friedrich
Nietzsche, seorang filsuf Jerman yang terkenal dengan pernyataannya “Tuhan
sudah mati”, menjadi lawan yang serius bagi Kekristenan. Dia menyatakan bahwa
agama diciptakan oleh orang-orang lemah di dunia, supaya mereka merasa baik
tentang situasi hidup mereka yang tidak beruntung. Dengan mengangkat tinggi
nilai-nilai kerendahan hati, penyerahan dan kemiskinan serta mengutuk kesombongan,
kekuasaan, dan kekayaan, masyarakat yang tidak berdaya ini maka dapat melihat
situasi mereka dari sudut pandang yang lebih baik.
Nietzsche
percaya bahwa pembalikan nilai seperti ini berpengaruh buruk bagi perorangan
dan masyarakat secara keseluruhan, dan dia menertawakan ini sebagai
“pemberontakan moral para budak”. Dia pasti akan menyerang ayat seperti di
atas, yang meniggikan mereka yang lemah dan korban penindasan, dia tidak akan
menggunakan kata-kata “berbahagialah orang
yang lemah lembut” atau “berikan pipi yang lain.” Isi perjanjian baru
akan banyak menyinggung dia, seperti : “Siapa yang ingin menjadi terbesar di
antaramu haruslah mereka menjadi hambamu.” “Jika seorang ingin mengikut Aku.”
Tidak ada jalan yang mudah untuk membuktikan bahwa cara orang Kristen menderita
dan melayani secara tidak terpisahkan lebih unggul daripada promosi diri dan
roh persaingan.
Dalam
kepribadian Yesus, Allah mempertunjukkan bahwa Dia “lemah lembut dan rendah
hati” (Matius 11:29). Walaupun dia memegang kedudukan yang paling tinggi di
seluruh alam semesta, Kristus “tidak memganggap kesetaraan dengan Allah itu
sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba (Filipi 2:6,7). Yesus tidak hanya
menjadi manusia, yang sebenarnya cukup hina, tetapi dia juga membiarkan
diri-Nya untuk ditangkap dan dihukum mati (Filipi 2:8).
Dalam
Wahyu 6:9 dan 10, jiwa-jiwa di bawah mezbah mengakui ketidakadilan dalam
penderitaan mereka. Pada saat yang sama, mereka mengikuti jejak Anak Domba
Allah yang telah disembelih. Salib tidak memanggil kita untuk melakukan apa
yang alami. Dia memanggil kita untuk menyangkal diri dan mengikuti Dia, bahkan
sampai kepada kematian.
Tuhan,
ajari aku arti salib sepenuhnya. Aku serahkan seluruh rencana dan keinginanku
hari ini kepada-Mu. Tolong ajari aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar