Senin, 22 April 2013

23 April


“Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru ’KARENA ENGKAU TELAH DISEMBELIH DAN DENGAN DARAH-MU ENGKAU TELAH MEMBELI MEREKA BAGI ALLAH DARI TIAP-TIAP SUKU DAN BAHASA DAN KAUM DAN BANGSA. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi." (Wahyu 5:9,10).

Staf medis memberitahu pendeta bahwa kunjungannya akan menjadi kunjungan yang berat. Bayi pasangan muda itu baru saja lahir dalam kondisi meninggal. Pendeta itu tiba di lantai ketiga dan melihat kerumunan orang banyak tertawa-tawa di bangsal. Perawat memberitahukan nomor kamar, dan dia menyelinap di antara kerumunan orang banyak dan memasuki sebuah ruangan yang gelap gulita, kecuali secercah sinar dari kamar mandi. Di atas tempat tidur dia melihat sang ibu muda dan cantik berambut pirang dan mata bersorot lelah. “ Halo,” kata pendeta itu dengan lemah. Kata-kata tidak pernah banyak artinya pada saat-saat seperti itu. “Saya pendeta.”
Keputusasaan tampak di mata ibu itu, dan jelas dia menahan rasa sakit, namun agak  mengantuk, seakan-akan telah diberi obat penenang. Dia sedang menggendong bayi yang sudah tidak bernyawa itu. Sebelum pendeta bisa bicara, dia menyodorkan bayi itu kepadanya. Bayi perempuan kecil itu dibungkus dengan selimut putih, wajahnya seperti masih hidup, badannya lemas. Bila memandang bayi itu, sepertinya dia hanya tertidur saja. Ayahnya duduk lemah di kursi, memandang ke luar jendela. Dia syok, tidak sanggup berkomunikasi. Sang nenek duduk di sebelah sang ibu, terisak-isak tanpa henti.
Pendeta berdiri di sana, masih menggendong bayi kecil yang sudah tak bernyawa itu. Tolonglah aku, Tuhan; tolong aku, dia berdoa dalam hati, dengan lembut menimang mimpi pasangan yang telah sirna itu. Pendeta berpikir bahwa sebuah kamar di rumah mereka pasti telah didekorasi sedemikian rupa, padahal penghuninya tidak akan datang. Berapa kalikah pasangan ini telah berbincang dengan bahagia tentang anak mereka? Berapa banyak hadiah, ucapan selamat, rencana dan impian yang telah mereka buat untuk kelahiran anak itu?
Kedua orang tua bayi yang meninggal itu pasti melakukan apapun supaya bayi mereka tidak mati. Mereka bahkan rela menyerahkan nyawa sebagai gantinya untuk menyelamatkan anak itu. Itulah yang Yesus lakukan ketika Dia memutuskan untuk menyerahkan hidup-Nya daripada melihat kita mati. Yesus mempunyai pilihan antara hidup yang kekal bagi diri-Nya dan menyelamatkan kita. Yesus tidak dapat hidup tanpa kita, Anda dan saya. Itulah besarnya kasih Yesus bagi kita.

Tuhan, terima kasih karena telah mengasihi aku sehingga Engkau mati untuk aku. Aku ingin merasakan pengaruh yang luar biasa dari pengorbanan itu hari ini dalam hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar