“Dan keempat makhluk itu masing-masing
bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan
dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "KUDUS, KUDUS,
KUDUSLAH TUHAN ALLAH, YANG MAHAKUASA, yang
sudah ada dan yang ada dan yang akan datang." (Wahyu 4:8)
Frasa “kudus, kudus, kudus” menggemakan pasal keenam Kitab
Yesaya. Pada zaman Yesaya, Yehuda sedang menghadapi krisis yang serius. Raja
Uzia baru saja wafat. Memperingati pentingnya peristiwa-peristiwa tersebut,
perlu di ketahui bahwa dia telah memerintah atas Yehuda selama 52 tahun.
Mayoritas rakyat Yehuda tidak mengenal penguasa lain. Yang membuat keadaan
menjadi lebih buruk adalah, Uzia termasuk satu diantara raja-raja paling sukses
yang pernah memerintah umat-umat Allah. Jadi bagi orang-orang, bisa dipastikan
bahwa keadaan akan memburuk. Dengan perasaan takut, mereka menghadapi masa
depan yang serba tidak pasti.
Pada masa krisis ini Yesaya mendapat penglihatan tentang
takhta Allah . Dia melihat makhluk-makhluk malaikat di sekeliling takhta
menyanyi, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam” (Yesaya 6:3). Yesaya
adalah seorang imam, seorang yang relative kudus, di bilik mahakudus, di antara
orang-orang paling kudus di bumi pada periode dalam sejarah di mana orang-orang
sangat setia. Namun demikian, kecil hati dengan penglihatannya mengenai
kekudusan Allah, dia berseru, “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang
yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir,
namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni Tuhan semesta alam” (ayat 5). Di
hadapan Allah, segala pencapaian dan kesuksesan pribadi tidak berarti apa-apa,
terlihat layu. Yesaya mengenali kenajisannya, bukan karena dia membandingkan
dirinya dengan orang lain, tetapi karena dia sudah berhadapan muka dengan Allah
semesta alam.
Di sini terletak satu prinsip kerohanian yang berkuasa.
Sangat mudah menjadi bangga dengan kemajuan dan pencapaian kerohanian seseorang
ketika membandingkan diri dengan kelemahan orang lain. Makin mudah kita
merendahkan hasil usaha orang lain, maka semakin mudah Anda menganggap
penilaian Anda lebih tinggi dari yang lain. Tetapi ini berarti bahwa pandangan
Anda tidak lagi menuju kepada Allah. Anda telah membangun diri Anda dan
kehilangan hubungan yang sejati dengan Tuhan. Sebaliknya, indikasi paling kuat
menandakan seseorang dalam hubungan yang hidup dengan Allah, adalah memiliki
roh kerendahan hati. Mereka yang telah melihat wajah Allah akan dengan susah
hati menyadari kelemahan, dosa-dosa dan kekurangan mereka. Ketika kita
benar-benar merendahkan diri, kita tidak akan memiliki pilihan yang lain,
kecuali untuk naik ke atas, ke hadapan Allah.
Tuhan, bantulah aku agar dapat melihat
wajah-Mu hari ini. Segala pencapaian hidupku tidak akan menyelamatkan aku,
tetapi kerendahan hati dan penyesalan atas dosa-dosaku, itulah yang harus aku
miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar