“KEMUDIAN DARI PADA ITU AKU
MELIHAT: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga
dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi
sangkakala, katanya: Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang
harus terjadi sesudah ini.” (Wahyu 4:1).
Kita tiba pada bagian kitab Wahyu yang menimbulkan kesulitan bagi
para penerjemah, lebih dari pada bagian-bagian lain, yaitu mengenai meterai dan
sangkakala. Para penafsir tidak sepaham ketika harus mengahadapi begitu banyak
bagian ayat di dalam Wahyu 4-11. Adalah sangat penting untuk membuat suatu
interpretasi yang lengkap, bukan yang berdasarkan perasaan atau pemikiran yang
disambungkan pada kejadian saat ini, tetapi yang berdasarkan apa yang tertulis.
Satu-satunya cara yang aman untuk menafsirkannya adalah dengan mengerti sedekat
mungkin apa maksud dan tujuan pengarang menuliskan pasal ini. Ketika kita
mengerti latar belakang tulisan tersebut, barulah kita dapat menariknya untuk
diaplikasikan pada zaman kita saat ini.
Dari tahun 1986 hingga 1992 saya bertemu dengan komite Daniel dan
Wahyu di General Conference. Itu adalah pengalaman yang sangat menarik dan
kaya, saling bertukar ide dengan 20-25 sarjana Alkitab terkemuka dari seluruh
dunia perihal isu-isu yang berkaitan dengan Kitab Wahyu. Dalam waktu tiga tahun, kami mendengarkan enam buah penjelasan
yang berbeda tentang Wahyu 4 dan 5. Masing-masing ditulis oleh ahli Alkitab
yang berpengalaman, menjabarkan kedua pasal ini dari sudut pandang tertentu.
Akan tetapi komite memutuskan untuk menolak seluruh penjelasan.
Sudah sering saya membaca teks bahasa Yunani dari Wahyu 4 dan 5.
Tiba-tiba saya tersadar. Tidak satupun dari kata-kata kunci yang semestinya bisa mendukung keenam makalah
tersebut ada di dalamnya. Para sarjana telah menawarkan “kesan” tentang apa
yang menurut mereka sedang berlangsung, tetapi bahasa spesifik untuk menyokong
gagasan mereka tidak ada di situ! Setelah membaca dan membaca ulang ayat
tersebut, saya tiba pada kesimpulan yang sangat berbeda berkenaan dengan pesan
dan tujuannya dibandingkan penulis-penulis lain.
Opini kita tentang Alkitab bukanlah terpenting. Yang vital adalah
tujuan Allah melalui penulis dan metode dengan mana kita menemukan tujuan
tersebut. Kita perlu mulai dengan berkomitmen pada Firman Allah, tidak peduli
opini apa yang mungkin kita bawa ke
dalam studi kita. Lalu kita harus mengamati dengan cermat kata-kata dalam konteks, dan membiarkan
setiap kata mendapat tempatnya sendiri di dalam menyingkapkan pesan yang Allah
ingin agar kita lihat. Satu-satunya kebenaran
yang penting adalah kebenaran sesuai yang Dia maksudkan.
Tuhan, aku bertobat setiap kali
aku datang kepada Firman-Mu untuk menegaskan kembali apa yang telah aku
pikirkan. Bantu aku untuk bersedia menerima hikmat-Mu dengan persyaratan-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar