Sabtu, 06 April 2013

7 April


“DAN DARI TAKHTA ITU KELUAR KILAT DAN BUNYI GURUH YANG MENDERU, dan tujuh obor menyala-nyala di hadapan takhta itu: itulah ketujuh Roh Allah… di tengah-tengah takhta itu dan di sekelilingnya ada EMPAT MAKHLUK penuh dengan mata, di sebelah muka dan di sebelah belakang.” (Wahyu 4:5,6)

Kitab Wahyu tidak membedakan antara ruang takhta Allah dengan Bait Allah surgawi. Keduanya dianggap sama. Takhta adalah tempat kuasa dan otoritas, dan kilat serta suara guruh yang keluar dari takhta sudah pasti akan sangat mengesankan. Yang duduk di atas takhta itu, dialah yang memegang kendali, dialah yang punya hak untuk menyuruh-nyuruh orang lain.
Tetapi ayat hari ini menyinggung tentang takhta bersamaan dengan tujuh obor dan keempat makhluk. Berbicara tentang obor, kita diingatkan kembali pada tujuh jemaat di dalam pasal 1 sampai 3 (meskipun kata-kata dalam Bahasa Yunani itu berbeda). Kita juga diingatkan pada tujuh kaki dian di dalam Bait Suci Bangsa Ibrani dan Bait Suci Salomo.
Kebanyakan orang merasa lazim dengan istilah kerub yang menaungi tabut perjanjian, menjaga tempat di mana kemuliaan Allah bersinar. Tetapi Salomo bahkan punya ide yang jauh lebih agung untuk Bait Allah yang dibangunnya. Dia menyuruh beberapa seniman mengukir sepasang malaikat terbuat dari kayu zaitun. Posisinya menaungi tabut, dan 15-17 kaki tingginya. Selain itu, sayap-sayapnya  juga terbentang hingga 15-17 kaki lebarnya. Lalu ditempatkan di bilik maha kudus, sedemikian rupa sehingga ujung sayap kerub yang satu bersentuhan dengan dinding, ujung sayap yang satunya bersentuhan dengan dinding di seberang, dan sayap yang lain bertemu di bagian tengah ruangan.
Ini menjadikan keempat kerub atau malaikat-malaikat yang menaungi dihubungkan dengan tabut perjanjian di bilik maha kudus. Jadi keempat makhluk kemungkinan besar menyinggung keempat kerub dalam Bait Suci Salomo. Dalam kasus ini, ayat renungan kita menjabarkan baik ruang takhta surga  dan bilik mahakudus, keduanya adalah sama.
Karena pusat kekuasaan Allah berada di dalam bilik maha kudus, maka pemerintahan  alam semesta tidak didasarkan pada kekuatan semata, melainkan oleh prinsip-prinsip rohani dari bilik mahakudus. Allah yang menjalankan kuasa dan otoritas di alam semesta adalah Allah yang sama yang menawarkan kebaikan, penerimaan, dan pengampunan seperti terilustrasikan pada kebaktian Bait Suci di zaman Perjanjian Lama dulu. Keselamatan semesta alam didasarkan pada kombinasi kuasa dan kasih karunia, otoritas dan belas kasihan. Allah kita adalah Allah yang dapat dipercaya.

Tuhan, sepanjang pengalamanku kekuasaan seringkali disalahgunakan untuk kepentingan diri sendiri. Aku bersyukur atas jaminan bahwa jalan-Mu tidak seperti jalan-jalan di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar