“…Di tengah-tengah takhta itu dan di
sekelilingnya ada EMPAT MAKHLUK penuh dengan mata, di sebelah muka dan di sebelah belakang. Adapun
makhluk yang pertama sama seperti singa, dan makhluk yang kedua sama seperti
anak lembu, dan makhluk yang ketiga mempunyai muka seperti muka manusia, dan
makhluk yang keempat sama seperti burung nasar yang sedang terbang. Dan KEEMPAT
MAKHLUK ITU masing-masing bersayap enam,
sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata” (Wahyu 4:6-8).
Di sini kita dihadapkan dengan kelompok empat “makhluk”, yang pertama dari
banyak makhluk aneh dan tidak biasa dalam Kitab Wahyu. Makhluk-makhluk ini
dipenuhi dengan mata dan masing-masing memiliki enam sayap. Banyak juga
binatang-binatang lainnya dalam Kitab Wahyu. Semua itu adalah binatang-binatang
yang menarik, tetapi tidak akan pernah dijumpai nyata di hutan atau di kebun
binatang.
Saya teringat pada film kartun popular – The Lion King. Hewan-hewan dalam cerita
film ini melambangkan manusia dan bagaimana mereka saling berhubungan satu sama
lain. Dan pada kenyataannya, The Lion
King adalah sebuah perumpamaan Afrika. Film kartun ini dimulai pada satu
dunia yang sempurna, dimana kehidupan berjalan seimbang dan harmonis. Ketika
kekuatan kejahatan menghancurkan dunia itu, namun pada akhirnya tindakan
kepahlawanan anak singalah yang mengembalikan keharmonisan dunia. Sedikit
banyak Kitab Wahyu adalah seperti cerita itu.
Banyak penulis buku dan cerita kartun menggunakan hewan
untuk mengilustrasikan bagaimana manusia dan sekelompok manusia berkelakuan.
Karena apabila seorang penulis mencoba menyampaikan sesuatu yang sensitif
secara langsung, kita cenderung menolak atau melawan karena merasa diserang.
Itu sebabnya mengapa Kitab Wahyu sangat berkuasa. Walaupun dituliskan tentang
cerita hewan, namun bukan hewan jadi inti pembicaraannya. Isinya hampir sama
seperti drama kartun tentang bagaimana sekelompok manusia berinteraksi, antara
yang baik dan jahat. Dan bercerita tentang hubungan Tuhan dan umat manusia, dan
bagaimana sejarah manusia akan berakhir.
Lalu mengapa kita menagnggap Kitab Wahyu adalah buku yang
susah dimengerti? Karena penulis menuliskan drama dalam wahyu bukan dalam
keadaan abad ke dua puluh satu, tetapi pada keadaan abad pertama, dan
dituliskan untuk ketujuh gereja di propinsi Roma di Asia. Tuhan berbicara dalam
bahasa mereka dan menguatkan mereka
dalam situasi mereka masing-masing. Tetapi dalam suratnya kepada mereka, Tuhan
menciptakan gambaran yang dramatis yang akan terus memberikan inspirasi bagi
umat-umat Tuhan selama hampir 2.000 tahun.
Tuhan, terima kasih karena Engkau telah
berbicara kepada kami melalui hal yang dapat kami pelajari dan kami mengerti.
Tolong kami untuk lebih mengerti maksud dan tujuan Tuhan di balik Firman-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar