Minggu, 31 Maret 2013

1 April


“KEMUDIAN DARI PADA ITU AKU MELIHAT: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah ke mari dan Aku akan menunjukkan kepadamu apa yang harus terjadi sesudah ini.” (Wahyu 4:1).

Pemandangan Wahyu 4 dan 5 adalah satu yang paling dramatis dalam Alkitab. Bahkan lebih luar biasa dalam bahasa aslinya dibandingkan dalam terjemahannya. Saya belum pernah membaca ayat ini dalam bahasa Yunani tanpa air mata menggenangi mata karena suatu penggambaran yang luar biasa menggetarkan pikiran saya, ketika saya membayangkan bagaimana rasanya beribadah di surga. Adegan dimulai dengan perlahan-lahan, tetapi semakin lama semakin keras, hingga seluruh alam semesta bersatu dalam paduan suara besar menggemakan pujian kepada Anak Domba serta Dia yang duduk di atas takhta (Wahyu 5:11-14). Adegan berakhir saat keempat makhluk mengucapkan kata “Amin” yang diikuti oleh keheningan yang sunyi senyap.
Bahaya yang dihadapi para pembaca saat membaca ayat seperti Wahyu 4 dan 5 adalah kecenderungan  untuk terlalu fokus  pada detail-detailnya sehingga melewatkan tujuan utamanya. Tujuannya adalah menggambarkan kebesaran ruang takhta surgawi, kebesaran Allah, dan dengan demikian, kekuasaan dan kemuliaan dunia terlihat seperti debu. Ketika kita dapat melihat sekilas pintu gerbang surga yang terbuka, sangat tidak dimengerti kita takut kepada kekuatan dunia atau bahkan kepada seseorang khususnya. Pasal ini mengundang kita untuk membuang semua intimidasi dunia ke dalam bayangan kekuasaan Allah sebagai yang layak untuk disembah. Bila kita sungguh-sungguh mengenal Allah, kita akan mengerti apa sebenarnya arti sebuah peribadatan sejati itu.
Itulah pesan yang perlu saya dengar. Sering saya membiarkan manusia menjauhkan jalan saya dari jalan yang Tuhan ingin agar saya tempuh. Seorang atasan pernah menggunakan suatu tekhnik pemerasan, dengan maksud saya mengkompromikan integritas saya untuk mempertahankan pekerjaan saya. Kesempatan lain, pengaruh seorang guru yang saya kagumi membuat saya mempertanyakan pengajaran-pengajaran Alkitab yang sudah sangat jelas. Bisakah Anda mengerti mengapa saya bertekuk lutut dalam situasi semacam ini? Dapatkah Anda menangkap kekuatan intimidasi serta daya tarik manusia yang begitu sering mengalihkan perhatian kita dari rencana Allah dalam kehidupan kita? Dengan mengenang ruang takhta surgawi, kita bisa merespons dalam satu cara : Bertobat, tunduk dan mengikuti Dia Satu-satunya yang pantas disembah.

Tuhan, aku merasa ditegur setiap kali aku mengkompromikan hati nurani untuk menyenangkan manusia. Hari ini aku memilih untuk bertobat danmengikuti hanya Engkau saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar