“Tuliskanlah
kepada malaikat JEMAAT
DI EFESUS:
Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya
dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.” (Wahyu
2:1)
Sangatlah masuk akal
menyebut Efesus sebagai jemaat pertama kepada siapa malaikat menyampaikan
pekabarannya. Karena, jika seorang bepergian dari Patmos ke Asia Kecil, Efesus
adalah kota pertama bakal dijumpai. Selain paling menonjol di antara semua,
secara politis kota itu lebih berkuasa dibandingkan Pergamus dan lebih disukai
daripada Smirna berkenaan dengan penyembahan kepada kaisar.
Simbol-simbol agama sipil
memenuhi kota. Kaisar Agustus (27 SM-14 SM) telah mengijinkan Efesus mendirikan
kuil penghormatan kepadanya, meskipun ia sendiri tidak begitu perduli pada
pemujaan kaisar. Domitianus (81-96 M) menyatakan kota itu sebagai pusat pemujaan
kaisar di Asia, selain itu kota ini terkenal karena pemujaan terhadap Artemis
(Kisah 19:23-40), praktik-praktik sihir (ayat 13-19), serta komunitas Yahudi
yang besar (ayat 8, 9). Semua elemen ini membuat Kitab Wahyu menjadi relevan
bagi jemaat di Efesus.
Tidak lama setelah Kitab
Wahyu, jemaat menerima surat lain, kali ini dari Ignatius, kepala jemaat Antiokhia
di Siria. Sepuluh serdadu Roma menangkap dan mengawal Ignatius serta membawanya
melalui Asia Kecil ke Roma, dimana dia kemudian martir di arena. Sepanjamg
perjalanan para serdadu mengizinkannya bertemu dengan orang-orang Kristen lain.
Satu perjumpaan tak terlupakan adalah sambutan hangat di Smirna oleh
Policarpus, pemimipin gereja setempat di sana. Sementara Ignatius berada di
Smirna, empat perwakilan juga datang dari Efesus untuk memberinya semangat.
Diantara kepala jemaat Efesus, Onesimus (yang kemungkinan besar mantan budak
yang melarikan diri, dalam surat Paulus kepada Filemon). Ignatius menanggapi
kunjungan mereka dengan memberi surat kepada jemaat di Efesus. Belakangan dia
juga mengirim surat-surat ke Filadelfia dan Smirna.
Di dalam suratnya kepada
jemaat Efesus, Ignatius berterima kasih atas kebaikan hati mereka, memuji
persatuan mereka, serta memperingatkan mereka agar tunduk kepada kepala jemaat
mereka serta tidak membiarkan terjadinya perpecahan dalam jemaat. Seperti
halnya Yohanes di dalam ketiga suratnya, Ignatius menanggapi Docetisme (teori yang menolak
kemanusiaan Yesus) sebagai ancaman terbesar yang dihadapi gereja pada saat itu.
Ignatius juga mengirimkan
surat kepada orang-orang Kristen di Roma, meminta mereka agar tidak memintakan
ampun baginya kepada kaisar. Tampaknya dia tidak sabar lagi untuk mati sebagai
martir, agar bisa lebih cepat bersama-sama Kristus. Malah, dia menyatakan, jika
binatang-binatang buas itu tidak lapar, dia yang akan mendesak mereka! Walaupun
semangat kemartiran mungkin kita rasa aneh, kasihnya kepada Yesus akan menjadi
teladan besar bagi jemaat yang tidak memiliki kasih.
Tuhan,
aku ingin setia kepada-Mu, berapapun harga yang harus dibayar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar