Minggu, 03 Februari 2013

4 Februari



“Tuliskanlah kepada malaikat JEMAAT DI EFESUS: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.” (Wahyu 2:1) 

Sangatlah masuk akal menyebut Efesus sebagai jemaat pertama kepada siapa malaikat menyampaikan pekabarannya. Karena, jika seorang bepergian dari Patmos ke Asia Kecil, Efesus adalah kota pertama bakal dijumpai. Selain paling menonjol di antara semua, secara politis kota itu lebih berkuasa dibandingkan Pergamus dan lebih disukai daripada Smirna berkenaan dengan penyembahan kepada kaisar.

Simbol-simbol agama sipil memenuhi kota. Kaisar Agustus (27 SM-14 SM) telah mengijinkan Efesus mendirikan kuil penghormatan kepadanya, meskipun ia sendiri tidak begitu perduli pada pemujaan kaisar. Domitianus (81-96 M) menyatakan kota itu sebagai pusat pemujaan kaisar di Asia, selain itu kota ini terkenal karena pemujaan terhadap Artemis (Kisah 19:23-40), praktik-praktik sihir (ayat 13-19), serta komunitas Yahudi yang besar (ayat 8, 9). Semua elemen ini membuat Kitab Wahyu menjadi relevan bagi jemaat di Efesus.

Tidak lama setelah Kitab Wahyu, jemaat menerima surat lain, kali ini dari Ignatius, kepala jemaat Antiokhia di Siria. Sepuluh serdadu Roma menangkap dan mengawal Ignatius serta membawanya melalui Asia Kecil ke Roma, dimana dia kemudian martir di arena. Sepanjamg perjalanan para serdadu mengizinkannya bertemu dengan orang-orang Kristen lain. Satu perjumpaan tak terlupakan adalah sambutan hangat di Smirna oleh Policarpus, pemimipin gereja setempat di sana. Sementara Ignatius berada di Smirna, empat perwakilan juga datang dari Efesus untuk memberinya semangat. Diantara kepala jemaat Efesus, Onesimus (yang kemungkinan besar mantan budak yang melarikan diri, dalam surat Paulus kepada Filemon). Ignatius menanggapi kunjungan mereka dengan memberi surat kepada jemaat di Efesus. Belakangan dia juga mengirim surat-surat ke Filadelfia dan Smirna. 

Di dalam suratnya kepada jemaat Efesus, Ignatius berterima kasih atas kebaikan hati mereka, memuji persatuan mereka, serta memperingatkan mereka agar tunduk kepada kepala jemaat mereka serta tidak membiarkan terjadinya perpecahan dalam jemaat. Seperti halnya Yohanes di dalam ketiga suratnya, Ignatius menanggapi Docetisme (teori yang menolak kemanusiaan Yesus) sebagai ancaman terbesar yang dihadapi gereja pada saat itu.

Ignatius juga mengirimkan surat kepada orang-orang Kristen di Roma, meminta mereka agar tidak memintakan ampun baginya kepada kaisar. Tampaknya dia tidak sabar lagi untuk mati sebagai martir, agar bisa lebih cepat bersama-sama Kristus. Malah, dia menyatakan, jika binatang-binatang buas itu tidak lapar, dia yang akan mendesak mereka! Walaupun semangat kemartiran mungkin kita rasa aneh, kasihnya kepada Yesus akan menjadi teladan besar bagi jemaat yang tidak memiliki kasih.

Tuhan, aku ingin setia kepada-Mu, berapapun harga yang harus dibayar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar