Senin, 04 Februari 2013

5 Februari



“AKU TAHU SEGALA PEKERJAANMU: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu… Namun demikian AKU MENCELA ENGKAU, KARENA ENGKAU TELAH MENINGGALKAN KASIHMU YANG SEMULA.” (Wahyu 2:2-4)

Inilah analisa Yesus terhadap jemaat di Efesus. Ada beberapa hal positif yang dikatakan-Nya. Jemaat ini bersemangat dan tahu bekerja (ayat 2), juga sabar dan bertahan tanpa lelah (ayat 2,3). Jemaat itu tahu membedakan serta memiliki doktrin yang kuat (ayat 2 dan 6). Tertarik hanya pada kebenaran, jemaat ini tidak ingin ada kepalsuan diantara orang-orang percaya. Sepintas lalu, mudah untuk bersemangat seperti jemaat yang efektif ini, tapi ada satu masalah kecil, jemaat ini telah meninggalkan kasihnya yang semula (ayat 4).

Kehidupan Kristiani mengandung banyak paradoks, dan bisa jadi sulit untuk dipertahankan. Di satu pihak, kita dipanggil agar setia, bersemangat, tahu membedakan, serta memiliki doktrin yang kuat. Di lain pihak, Allah memanggil kita agar memiliki kasih yang besar. Menyeimbangkan karakteristik-karakteristik itu bisa menimbulkan ketegangan yang menyulitkan. Hasrat untuk memiliki doktrin yang kokoh dan bertindak tegas dan seringkali mengarah pada lenyapnya kasih, yang merupakan ciri seorang murid-Ku, yaitu, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35).

Ini mengingatkan saya pada kisah yang diceritakan Marthin Luther tentang para petani yang mabuk. Ia bertanya kepada orang-orang, “Tahukah kamu apa yang terjadi saat seorang petani mabuk naik ke atas punggung kuda? Satu hal yang kamu tahu pasti adalah apakah ia akan jatuh ke sebelah kiri atau sebelah kanan!” Luther merasa bahwa orang-orang Kristen itu seumpama para petani mabuk yang menunggang kuda. Kita merasa sulit menjaga keseimbangan antara Injil penerimaan tanpa syarat di satu pihak, dengan memelihara sepuluh perintah di pihak lain. Luther merasa bahwa setiap kali mengkhotbahkan Injil, orang-orang lupa untuk taat. Dan setiap kali dia mengkhotbahkan tentang ketaatan, mereka melupakan Injil.

Saya juga menemui hal serupa dalam pelayanan saya. Manakala saya menekankan tentang kasih dan Injil, agaknya ketaatan menjadi kurang begitu penting. Tapi saya menemukan dorongan semangat di dalam pengalaman Efesus. Sementara umat Kristen mula-mula memiliki ketenangan saat berjalan bersma Yesus, dan bahkan bersama rasul-rasul yang hidup di tengah-tengah mereka, mereka tetap menghadapi berbagai permasalahan seperti yang kita gumuli saat ini. Jika umat Kristen mula-mula mengalami permasalahan ini, kita tidak boleh berharap untuk berleha-leha. Kita membutuhkan kehadiran Roh Kudus sepanjang waktu jika kita ingin menjaga keseimbangan kita.

Tuhan, kubutuhkan Roh-Mu untuk menjaga keseimbanganku hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar