“AKU
TAHU SEGALA PEKERJAANMU: baik
jerih payahmu maupun ketekunanmu… Namun
demikian AKU MENCELA ENGKAU, KARENA
ENGKAU TELAH MENINGGALKAN KASIHMU YANG SEMULA.” (Wahyu 2:2-4)
Inilah analisa Yesus
terhadap jemaat di Efesus. Ada beberapa hal positif yang dikatakan-Nya. Jemaat
ini bersemangat dan tahu bekerja (ayat 2), juga sabar dan bertahan tanpa lelah
(ayat 2,3). Jemaat itu tahu membedakan serta memiliki doktrin yang kuat (ayat 2
dan 6). Tertarik hanya pada kebenaran, jemaat ini tidak ingin ada kepalsuan
diantara orang-orang percaya. Sepintas lalu, mudah untuk bersemangat seperti
jemaat yang efektif ini, tapi ada satu masalah kecil, jemaat ini telah
meninggalkan kasihnya yang semula (ayat 4).
Kehidupan Kristiani
mengandung banyak paradoks, dan bisa jadi sulit untuk dipertahankan. Di satu
pihak, kita dipanggil agar setia, bersemangat, tahu membedakan, serta memiliki
doktrin yang kuat. Di lain pihak, Allah memanggil kita agar memiliki kasih yang
besar. Menyeimbangkan karakteristik-karakteristik itu bisa menimbulkan
ketegangan yang menyulitkan. Hasrat untuk memiliki doktrin yang kokoh dan
bertindak tegas dan seringkali mengarah pada lenyapnya kasih, yang merupakan
ciri seorang murid-Ku, yaitu, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa
kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35).
Ini mengingatkan saya pada
kisah yang diceritakan Marthin Luther tentang para petani yang mabuk. Ia
bertanya kepada orang-orang, “Tahukah kamu apa yang terjadi saat seorang petani
mabuk naik ke atas punggung kuda? Satu hal yang kamu tahu pasti adalah apakah
ia akan jatuh ke sebelah kiri atau sebelah kanan!” Luther merasa bahwa
orang-orang Kristen itu seumpama para petani mabuk yang menunggang kuda. Kita
merasa sulit menjaga keseimbangan antara Injil penerimaan tanpa syarat di satu
pihak, dengan memelihara sepuluh perintah di pihak lain. Luther merasa bahwa
setiap kali mengkhotbahkan Injil, orang-orang lupa untuk taat. Dan setiap kali
dia mengkhotbahkan tentang ketaatan, mereka melupakan Injil.
Saya juga menemui hal
serupa dalam pelayanan saya. Manakala saya menekankan tentang kasih dan Injil,
agaknya ketaatan menjadi kurang begitu penting. Tapi saya menemukan dorongan
semangat di dalam pengalaman Efesus. Sementara umat Kristen mula-mula memiliki
ketenangan saat berjalan bersma Yesus, dan bahkan bersama rasul-rasul yang
hidup di tengah-tengah mereka, mereka tetap menghadapi berbagai permasalahan
seperti yang kita gumuli saat ini. Jika umat Kristen mula-mula mengalami
permasalahan ini, kita tidak boleh berharap untuk berleha-leha. Kita
membutuhkan kehadiran Roh Kudus sepanjang waktu jika kita ingin menjaga
keseimbangan kita.
Tuhan,
kubutuhkan Roh-Mu untuk menjaga keseimbanganku hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar