Minggu, 13 Januari 2013

15 Januari



“Aku, Yohanes, SAUDARA DAN SEKUTUMU DALAM KESUSAHAN, DALAM KERAJAAN DAN DALAM KETEKUNAN MENANTIKAN YESUS,…” (Wahyu 1:9) 

Sangat mudah berkomentar tentang penderitaan orang lain ketika Anda belum pernah mangalami apa yang telah mereka alami. Saya ingat seorang guru yang istri tercintanya sedang sekarat karena kanker. Saya terpesona atas kemurahan hatinya kepada setiap siswa meskipun sedang menanggung beban yang dia bawa ke sekolah setiap hari. Kekuatan hidupnya dan cara pandangnya tentang cinta, pernikahan dan penderitaan dalam kehidupan seorang Kristen menggugah hati saya. Saya berharap bisa meneladaninya.
Keadaan semakin memburuk. Makin jarang kami bertemu dengan guru kami itu karena dia makin sering harus merawat istrinya yang semakin memburuk. Sesekali dia mengizinkan kami “mengintip” melalui sikap tegarnya dan merasakan penderitaan yang dia dan istrinya rasakan. Saat pemakaman merupakan momen melankolis dimana kami semua memeluk guru kami tercinta di dalam penderitaan emosional dan spiritualnya. Orang yang begitu sering mengangkat kami di dalam kesulitan kami sekarang sedang membutuhkan dukungan kami. Didorong oleh cinta dan kekaguman pada pria ini, saya ingin melakukan atau mengatakan sesuatu yang bisa menolong. Dalam benak saya, yang baru melayani tujuh tahun, saya memikirkan semua hal brilian yang dapat saya katakan di pemakaman. Namun, saya belum pernah sampai pada situasi seperti itu, kehilangan orang yang paling dekat dengan saya. Bibi, paman, dan orangtua saya masih hidup, dan saya jauh dari kakek nenek saya.
Suatu hari saya mengunjungi guru saya itu dan menyampaikan beberapa pemikiran teologis, berharap itu akan membantunya. Tanggapannya membuat saya terpana. Hanya kali itulah saya menyaksikan ia benar-benar marah. “Jangan pernah melakukan hal itu kepada siapapun lagi!” katanya. “ Tidak ada teologi yang bernilai sekarang. Anda tidak mengerti artinya kehilangan istri, dan kata-kata Anda hanya membuat keadaan lebih buruk. Jika tanah terbelah saat itu, saya akan melompat masuk ke dalamnya!”
Hanya mereka yang telah benar-benar menderita tahu bagaimana menghibur penderitaan. Yohanes tahu apa yang mereka telah lalui dari pengalamannya sendiri. Mereka yang mengalami penderitaan atau penganiayaan sering bersatu dengan sesama yang menderita melalui cara-cara tertentu melampaui semua hambatan. Ras, budaya, dan perbedaan kelompok agama hanya masalah kecil ketika mengalami perlawanan dari orang-orang pembenci injil. Mengetahui bahwa orang lain dapat merasakan yang telah kita alami, memiliki kekuatan penyembuhan bagi diri kita sendiri. Dan melalui apa yang telah kita alami, kita belajar bagaimana melayani orang lain yang sedang menderita.

Tuhan, jauhkan aku dari teologi kesuksesan dan kemakmuran. Bantulah aku untuk menerima kesukaran-kesukaran hidup ini. Biarlah kiranya penderitaan dan lukaku memiliki kekuatan penyembuhan untuk kehidupan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar