“BERBAHAGIALA IA YANG MEMBACAKAN DAN MEREKA
YANG MENDENGARKAN kata-kata nubuat ini dan menuruti apa yang ada tertulis
di dalamnya, sebab waktunya sudah dekat. ”(Wahyu 1:3)
Ayat di atas mengatakan, “Berbahagialah
ia yang membacakan dan…mendengarkan…” Apakah artinya itu? Mengapa ada satu
orang yang membaca dan banyak yang mendengar? Karena buku-buku dalam perjanjian
baru sangat langka dan mahal untuk diproduksi, kebanyakan orang akan menemukan
satu-satunya ketika seseorang membacanya dengan suara yang keras kepada mereka.
Kitab Wahyu dimaksudkan untuk dibaca dimana saja. Ini dimaksudkan, bukan
sebagai sebuah karya yang ditulis untuk studi perorangan, melainkan untuk
didengarkan secara lisan oleh semua orang. Sebuah berkat khusus diberikan pada
masyarakat yang membaca buku Wahyu.
Tahun 1995, saya memperoleh kesempatan
istimewa memimpin tur mengunjungi tujuh
jemaat dalam Kitab Wahyu di Turki… Tiga puluh Sembilan orang, termasuk keluarga
saya, memadati bus yang dikemudikan seorang Turki dan pemandu Muslim. Sopir
kami mengemudikan dengan cepat namun tenang. Aspek lain yang mengesankan perjalanan itu adalah semua orang, kecuali
kedua orang Turki itu, di hari kedua terserang penyakit perut…. Lebih
memalukan, sebagian besar yang sakit adalah vegetarian mengaku hidup sehat.
Padahal kedua orang Turki yang tidak sakit justru perokok berat dan melanggar
pantangan untuk tidak meminum alkohol.
Puncak perjalanan ini adalah Seorang
wanita muda di kelompok kami menyiapkan bacaan pesan Yesus kepada masing-masing
jemaat. Seperti yang ditentukan dalam bacaan itu, seorang atau lebih dari kami
akan membaca keras-keras sementara yang lain mendengarkan. Setelah setiap
bacaan, kami menyanyikan lagu yang ia tulis berdasarkan pesan kepada ketujuh
jemaat tadi. Sangat mengesankan. Bayangkan, kami duduk dan mendengarkan setiap
surat kepada jemaat-jemaat itu tepat di tempat jemaat yang mula-mula itu
mendengarkannya.
Saya ragu bahwa kebanyakan gereja dewasa
ini mau bersabar mendengarkan seluruh Kitab Wahyu dibacakan (sekitar satu
setengah jam)! Namun kami mau menciptakan kembali latar yang orisinal dalam
perjalanan kami. Di Pergamus kami mendengarkan surat sambil berdiri di lokasi
tempat “takhta Iblis,” altar dewa Zeus yang besar. Lalu di Tiatira kami
mendengarkan sambil dikelilingi sekumpulan anak-anak sekolah Turki yang
guru-gurunya manjamu kami dengan sari apel. Yohanes mendorong setiap orang
Kristen mempraktikan pembacaan dramatis Kitab Wahyu di gereja dan ibadah
keluarga.
Tuhan, berikan telinga yang
dengar-dengaran kepada-Mu dan kepada Firman-Mu. Aku juga berdoa memohon hati
yang mau taat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar