“Inilah Wahyu Yesus Kristus, yang
dikarunaiakan Allah kepada-Nya,…dan oleh malaikat yang diutusnya, Ia telah MENYATAKANNYA
kepada hambanya Yohanes”. (Wahyu 1:1)
Ibu Stefanie dilahirkan di sebuah pulau
kecil bernama Krk, di lepas pantai Kroasia di bekas Negara Yugoslavia. Saat
masih kecil, dia biasa berenang setiap hari di air jernih Laut Adriatik dan memetik asparagus liar sepanjang pantai
berbatu karang itu. Ketika ia remaja, akhirnya permohonan keimigrasian ayahnya
lolos setelah betahun-tahun lamanya menunggu, dan ia mendapati dirinya
dipindahkan bersama-sama orangtuanya dan saudara perempuannya di dalam
hiruk-pikuk kebisingan Kota New York.
Mungkin unsur paling membingungkan dari
lingkungan barunya itu adalah bahasa. Walaupun banyak orang Amerika tidak
menyadarinya, Bahasa Inggris Amerika penuh ungkapan-ungkapan yang sulit
dipahami imigran baru. Bayangkan keheranan seorang pendatang baru saat
mendengar seseorang “jatuh cinta setengah mati”. Bahkan lebih membingungkan
lagi, bagi si imigran adalah ungkapan “dunia kanibal”. Dan bayangkan
kebingungan saat seorang sahabat terpercaya memerintahkan si imigran untuk
“mematahkan kaki.”
Ungkapan-ungkapan ini kelihatannya tidak
masuk akal bagi para pendatang ketika mereka medengarnya. Tapi bagi mereka yang
tumbuh dewasa di Amerika, ungkapan-ungkapan itu memberi informasi penting,
apalagi bila dipadukan nada suara yang tepat. Cara terbaik untuk mempelajari
ungkapan-ungkapan seperti itu adalah meluangkan banyak waktu mendengarkan
orang-orang yang telah terbiasa menggunakannya.
Yesus sering menggunakan ungkapan yang
sama. Saat Ia memperingatkan murid-murid-Nya terhadap “ragi orang-orang Farisi,”
Dia bukan mengatakan para pemimpin agama itu adalah tukang-tukang roti yang
menyamar menjual roti beracun di pasar! Dan pikirkan bagaimana kita menggunakan
“hati”. Walaupun kita hidup dalam masyarakat yang maju secara medis, kita masih
menanggap pusat emosioanal tubuh manusia sebagai “hati”.
Ayat pagi ini mengatakan bahwa wahyu
Yesus Kristus telah “menyatakannya”, hal itu mengingatkan kita agar
berhati-hati bagaimana kita beralih dari kata Wahyu kepada maknanya. Sesuatu
ternyata bisa jadi sangat berbeda dibandingkan dengan kesan mula-mula
ditimbulkannya. Sebagaimana para imigran, mereka yang mempelajari Kitab Wahyu
tidak boleh terlalu banyak mengartikan kitab itu dengan kemampuannya sendiri.
Tetapi perlu membandingkan pengertian dengan mereka yang telah mempelajari
seksama kitab itu. Dalam mempelajari Kitab Wahyu, adalah baik memiliki
“beberapa penasihat”.
Tuhan,
beri aku semangat untuk belajar sementara aku mempelajari buku ini. Bantu aku mempertimbangkan gagasan
orang lain dengan hati-hati sebelum aku menjadi terlalu percaya diri pada
penapatku sendiri tentang hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar