“Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di…” (Wahyu 2:1,8,12,18;3:1,7,14)
Ketika saya remaja, televisi menayangkan
sebuah acara sangat popular berjudul Star
Trek. Film itu mengisahkan tentang pesawat luar angkasa Enterprise, sebuah pesawat perang
angkasa yang menjelajahi galaksi untuk membela United Federation of Planets melawan Klingon dan spesies-spesies jahat
lainnya. Kapten kapal itu seorang manusia biasa bernama Kirk yang mengekspresikan
berbagai tipikal emosi, mulai dari euphoria saat menang perang hingga kepanikan
saat keadaan terjadi tidak semestinya. Bawahannya adalah Mr. Spock, seorang
humanoid dengan telinga berujung tajam yang berasal dari planet Vulcan dan sama
sekali tidak memiliki emosi.
Bagian-bagian dalam hampir semua film
memperlihatkan Kapten Kirk kehilangan ketenangannya saat menghadapi krisis dan
Mr. Spock menyela dengan nada suara tanpa emosi, “Kapten, ini sangat tidak
logis”. Begini, tidak seperti makhluk dari “Vulcan”. Manusia memiliki dua cara
utama untuk mengakses situasi apapun. Yang satu adalah nalar dan logika, dan
yang lainnya perasaan. Emosi tentu saja bisa menjadi alat protektif bagi
manusia, tetapi bisa juga membuat orang-orang melakukan tindakan-tindakan bodoh
tidak produktif, sebagaimana sering diilustrasikan oleh film tersebut.
Kita bisa menguilustrasikan logika Barat
dengan persamaan ini : A+B=C. Segala sesuatu mengarah pada kesimpulan. Namun
logika Ibrani dalam Alkitab berbeda : A+B=A! Logika Ibrani terbalik kepada
dirinya sendiri. Seperti not-not dalam piano. Saat Anda mendaki tangga nada
(do, re, mi, dan sebagainya), Anda selalu kembali pada not yang sama, namun
pada tingkatan yang lebih tinggi dibanding sebelumnya. Logika Barat menekankan
pada kesimpulan, logika Ibrani menekankan pada pusat.
Ketujuh jemaat agaknya memiliki struktur
logika Ibrani : A-B-A. Yesus sama sekali tidak mengkritik Smirna dan Filadelfia
(jemaat kedua dan keenam); Pergamus dan Sardis (ketiga dan kelima) tampaknya
mengalami kemunduran serius; Efesus dan Laodikia (yang pertama dan terakhir)
mengalami permasalahan serupa. Gereja di tengah-tengah, yaitu Tiatira,
tampaknya mengalami dua fase dan pesan terpanjang yang ditujukkan kepadanya.
Strukturnya jadi seperti kaki dian bercabang
tujuh dengan tiga cabang pada masing-msing sisinya, satu di tengah, dan
sepasang cabang bertemu pada titik yang sama di pangkal kaki dian ; Efesus dan
Laodikia berada di ujungnya yang berlawanan dari kaki dian; Smirna dan
Filadelfia di tingkatan selanjutnya; Pergamus dan Sardis di atasnya, serta
Tiatira pada puncaknya.
Allah tidak menerapkan logika Barat pada
jemaat-jemaat di Asia Kecil. Dia sangat peduli dengan mereka sehingga Dia
menerima mereka apa adanya.
Tuhan, aku sangat bersyukur karena tahu bahwa Engkau menjangkau aku
pada tahap pemahamanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar