Jumat, 18 Januari 2013

20 Januari



“…Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku TUJUH KAKI DIAN DARI EMAS. DAN DI TENGAH-TENGAH KAKI DIAN ITU ADA SEORANG SERUPA ANAK MANUSIA…” (Wahyu 1:12,13).

Suatu hari  seorang petugas patroli jalan bebas hambatan di Dakota Selatan sedang menuju ke utara di jalur Interstate 29, tepat ketika saya sedang mengarah ke selatan melewatinya. Karena kecepatan saya telah diatur pada batas kecepatan  (65 mil per jam), saya tidak mengkhawatirkan kehadirannya, karena saya merasa mentaati peraturan. Jadi ketika lampu mobilnya mulai berkedip menyala dan ia melambat untuk melakukan putar balik, saya tetap tenang. Saya rasa ia pasti mengejar orang lain (meskipun ketika itu jalanan cukup lengang).
Saat dia mendekat dan bergerak di belakang saya, jelaslah bahwa saya yang dikejarnya. Dengan penuh kesadaran, saya menepi, ingin tahu apa masalahnya. “Tahukah Anda bahwa Anda mengemudi dengan agak ngebut?” Saya menjawab sopan, “Tidak, Pak. Kecepatan saya telah diatur pada batas kecepatan 65 mil per jam. “ Pernyataanya berikut membuat saya terkejut”. “ Di radar saya kecepatan Anda mencapai 77 mil per jam ”.
“Mustahil”, saya menjawab sesopan mungkin. “Saya telah berkendara dengan pengaturan seperti ini selama 3.000 mil dan tidak seorangpun menyetop saya. Apakah Anda yakin tidak ada yang tidak beres dengan radar Anda?”. Komentar itu adalah kesalahan besar, walau mungkin saja benar. Ia menuntut saya membayar kontribusi cukup besar bagi kesejahteraan komunitas yang saya lewati. Meskipun saya merasa jengkel selama berminggu-minggu karena hal itu, tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa.
Yohanes melihat Yesus di antara tujuh kaki dian, melambangkan tujuh jemaat di Asia Kecil (Wahyu 1:20). Penglihatan itu menyoroti Yesus sedang berjalan di antara tujuh kaki dian, melayani gereja-gereja. Latar belakang ide ini adalah janji Perjanjian Lama : “Tetapi Aku akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku” (Imamat 26:12).
Satu hal terbaik berkenaan dengan perjanjian adalah Allah tak sewenang-wenang. Ia menundukkan diri-Nya kepada perjanjian. “Sebab itu haruslah kau ketahui, bahwa Tuhan, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia yang memegang perjanjian  dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang kepada perintah-Nya” (Ulangan 7:9). Allah tidak seperti dewa-dewa orang kafir kuno yang tidak bisa dipercaya. Allah Ibrani menghampiri umat-Nya dengan cara konsisten, menaati peraturan-Nya sendiri. Inilah sumber keamanan dan stabilitas luar biasa besar bagi kehidupan rohani kita. Kita tahu apa yang bisa kita harapkan dari-Nya. Saya bersyukur, Tuhan tidak seperti petugas patroli jalan bebas hambatan di Dakota Selatan itu.

Tuhan, aku membuat komitmen baru kepada-Mu hari ini. Aku mendambakan kestabilan rohani yang Engkau janjikan dalam perjanjian-Mu dengan kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar