“…Dan setelah aku
berpaling, tampaklah kepadaku TUJUH
KAKI DIAN DARI EMAS. DAN DI TENGAH-TENGAH KAKI DIAN ITU ADA SEORANG SERUPA ANAK
MANUSIA…” (Wahyu 1:12,13).
Suatu hari seorang petugas patroli jalan bebas hambatan
di Dakota Selatan sedang menuju ke utara di jalur Interstate 29, tepat ketika
saya sedang mengarah ke selatan melewatinya. Karena kecepatan saya telah diatur
pada batas kecepatan (65 mil per jam),
saya tidak mengkhawatirkan kehadirannya, karena saya merasa mentaati peraturan.
Jadi ketika lampu mobilnya mulai berkedip menyala dan ia melambat untuk
melakukan putar balik, saya tetap tenang. Saya rasa ia pasti mengejar orang
lain (meskipun ketika itu jalanan cukup lengang).
Saat dia mendekat dan bergerak di
belakang saya, jelaslah bahwa saya yang dikejarnya. Dengan penuh kesadaran,
saya menepi, ingin tahu apa masalahnya. “Tahukah Anda bahwa Anda mengemudi
dengan agak ngebut?” Saya menjawab sopan, “Tidak, Pak. Kecepatan saya telah
diatur pada batas kecepatan 65 mil per jam. “ Pernyataanya berikut membuat saya
terkejut”. “ Di radar saya kecepatan Anda mencapai 77 mil per jam ”.
“Mustahil”, saya menjawab sesopan
mungkin. “Saya telah berkendara dengan pengaturan seperti ini selama 3.000 mil
dan tidak seorangpun menyetop saya. Apakah Anda yakin tidak ada yang tidak
beres dengan radar Anda?”. Komentar itu adalah kesalahan besar, walau mungkin
saja benar. Ia menuntut saya membayar kontribusi cukup besar bagi kesejahteraan
komunitas yang saya lewati. Meskipun saya merasa jengkel selama
berminggu-minggu karena hal itu, tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa.
Yohanes melihat Yesus di antara
tujuh kaki dian, melambangkan tujuh jemaat di Asia Kecil (Wahyu 1:20).
Penglihatan itu menyoroti Yesus sedang berjalan di antara tujuh kaki dian,
melayani gereja-gereja. Latar belakang ide ini adalah janji Perjanjian Lama :
“Tetapi Aku akan hadir di tengah-tengahmu dan Aku akan menjadi Allahmu dan kamu
akan menjadi umat-Ku” (Imamat 26:12).
Satu hal terbaik berkenaan dengan
perjanjian adalah Allah tak sewenang-wenang. Ia menundukkan diri-Nya kepada
perjanjian. “Sebab itu haruslah kau ketahui, bahwa Tuhan, Allahmu, Dialah
Allah, Allah yang setia yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih
kepada-Nya dan berpegang kepada perintah-Nya” (Ulangan 7:9). Allah tidak
seperti dewa-dewa orang kafir kuno yang tidak bisa dipercaya. Allah Ibrani
menghampiri umat-Nya dengan cara konsisten, menaati peraturan-Nya sendiri.
Inilah sumber keamanan dan stabilitas luar biasa besar bagi kehidupan rohani
kita. Kita tahu apa yang bisa kita harapkan dari-Nya. Saya bersyukur, Tuhan
tidak seperti petugas patroli jalan bebas hambatan di Dakota Selatan itu.
Tuhan,
aku membuat komitmen baru kepada-Mu hari ini. Aku mendambakan kestabilan rohani
yang Engkau janjikan dalam perjanjian-Mu dengan kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar