“Karena engkau berkata:
AKU KAYA DAN AKU TELAH MEMPERKAYAKAN
DIRIKU DAN AKU TIDAK KEKURANGAN APA-APA,
dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta
dan telanjang” (Wahyu 3:17)
Apakah
yang salah dengan Laodikia? Dalam pengertian manusia, tidak ada. Kota itu telah
berhasil mencapai semua yang didambakan manusia : kenyamanan, kemudahan,
terpenuhi semua kebutuhannya. Tetapi Laodikia adalah sebuah jemaat dan Yesus
Kristus telah memanggil jemaat kepada kehidupan yang mau berkorban diri. Jemaat
harus meninggalkan zona nyamannya dan mengambil resiko yang radikal untuk
menyebarkan Injil kepada mereka yang membutuhkan.
Bruce
Olson bercerita tentang upayanya menyebarkan Injil kepada orang-orang Motilon
di wilayah terpencil Amerika Selatan. Ia mempelajari bahasa mereka, dan
penduduk di sana akhirnya menerima kehadirannya. Akhirnya kawan Motilon
terkaribnya menjadi seorang Kristen , tetapi yang lain-lainnya nyaris tak
menanggapi upayanya. Satu kebiasaan Motilon mencakup sesi menyanyi marathon
yang mana, sambil bergelantungan di tempat tidur gantung di atas tanah, mereka
menyanyikan kabar yang mereka dengar dan alami hari sebelumnya. Sepanjang
festival itu, Olson mendengar, saat sahabat karibnya, Kristen Motilon yang
pertama, menyanyikan kisah tentang Yesus, serta kisah tentang pertobatan
pribadinya. Selama 14 jam, sementara kepala suku tetangga yang sebelumnya
bermusuhan, mengulanginya kata demi kata, not demi not, Injil pun berkumandang
di hutan malam itu.
Meskipun
memperlihatkan perkembangan yang positif, sang misionaris merasa tidak nyaman
dengan apa yang terjadi. “Kelihatannya begitu kafir” katanya, “musik dilantunkan
dalam anak tangga minor yang janggal, kedengaran seperti musik tukang sihir.
Kelihatannya begitu menurunkan martabat Injil. Namun demikian, saat saya
menatap orang-orang di sekliling saya dan sang kepala suku, bergelantungan di
tempat tidur gantung, saya melihat mereka sedang mendengarkan seolah-olah
seluruh hidup mereka bergantung kepadanya. Bobby sedang menyampaikan kebenaran
melalui lagunya.”
Bagaimana
mungkin Allah bisa bernyanyi kepada orang-orang Motilon kecuali lewat bahasa
musikal yang dapat berkomunikasi kepada
mereka? Zona nyaman ala Laodikia sang misionaris telah menjadi rintangan bagi
penyebaran Injil. Jika menyangkut pada hal-hal rohani, dia berpikir bahwa
caranya adalah satu-satunya cara yang benar, musik Kristen favoritnya adalah
satu-satunya cara untuk menyampaikan Injil. Karena dia tidak mampu bergerak
melewati zona nyamannya, Allah mendahuluinya dan menyanyi kepada orang-orang
Motilon dengan cara mereka.
Tuhan, ganggulah zona nyamanku dan pakai aku untuk
berhubungan dengan beberapa orang yang terhilang hari ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar