Sabtu, 23 Maret 2013

24 Maret


“Karena engkau berkata: AKU KAYA DAN AKU TELAH MEMPERKAYAKAN DIRIKU DAN AKU TIDAK KEKURANGAN APA-APA, dan karena engkau tidak tahu, bahwa engkau melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang” (Wahyu 3:17)

Apakah yang salah dengan Laodikia? Dalam pengertian manusia, tidak ada. Kota itu telah berhasil mencapai semua yang didambakan manusia : kenyamanan, kemudahan, terpenuhi semua kebutuhannya. Tetapi Laodikia adalah sebuah jemaat dan Yesus Kristus telah memanggil jemaat kepada kehidupan yang mau berkorban diri. Jemaat harus meninggalkan zona nyamannya dan mengambil resiko yang radikal untuk menyebarkan Injil kepada mereka yang membutuhkan.
Bruce Olson bercerita tentang upayanya menyebarkan Injil kepada orang-orang Motilon di wilayah terpencil Amerika Selatan. Ia mempelajari bahasa mereka, dan penduduk di sana akhirnya menerima kehadirannya. Akhirnya kawan Motilon terkaribnya menjadi seorang Kristen , tetapi yang lain-lainnya nyaris tak menanggapi upayanya. Satu kebiasaan Motilon mencakup sesi menyanyi marathon yang mana, sambil bergelantungan di tempat tidur gantung di atas tanah, mereka menyanyikan kabar yang mereka dengar dan alami hari sebelumnya. Sepanjang festival itu, Olson mendengar, saat sahabat karibnya, Kristen Motilon yang pertama, menyanyikan kisah tentang Yesus, serta kisah tentang pertobatan pribadinya. Selama 14 jam, sementara kepala suku tetangga yang sebelumnya bermusuhan, mengulanginya kata demi kata, not demi not, Injil pun berkumandang di hutan malam itu.
Meskipun memperlihatkan perkembangan yang positif, sang misionaris merasa tidak nyaman dengan apa yang terjadi. “Kelihatannya begitu kafir” katanya, “musik dilantunkan dalam anak tangga minor yang janggal, kedengaran seperti musik tukang sihir. Kelihatannya begitu menurunkan martabat Injil. Namun demikian, saat saya menatap orang-orang di sekliling saya dan sang kepala suku, bergelantungan di tempat tidur gantung, saya melihat mereka sedang mendengarkan seolah-olah seluruh hidup mereka bergantung kepadanya. Bobby sedang menyampaikan kebenaran melalui lagunya.”
Bagaimana mungkin Allah bisa bernyanyi kepada orang-orang Motilon kecuali lewat bahasa musikal yang dapat berkomunikasi  kepada mereka? Zona nyaman ala Laodikia sang misionaris telah menjadi rintangan bagi penyebaran Injil. Jika menyangkut pada hal-hal rohani, dia berpikir bahwa caranya adalah satu-satunya cara yang benar, musik Kristen favoritnya adalah satu-satunya cara untuk menyampaikan Injil. Karena dia tidak mampu bergerak melewati zona nyamannya, Allah mendahuluinya dan menyanyi kepada orang-orang Motilon dengan cara mereka.

Tuhan, ganggulah zona nyamanku dan pakai aku untuk berhubungan dengan beberapa orang yang terhilang hari ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar