“Lihat, AKU BERDIRI DI MUKA PINTU DAN MENGETOK;
jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku
dan MEMBUKAKAN PINTU, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan
bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Wahyu 3:20)
Yesus
menggambarkan diri-Nya berdiri di muka pintu kepada Jemaat Laodikia, mengetuk
dan menunggu sambutan untuk dipersilahkan masuk. Pintu Filadelfia adalah pintu
keselamatan. Kristus yang membukakan, dan tidak seorangpun dapat menutupnya.
Tetapi disini pintu tersebut ditutup bukan oleh Yesus, tetapi oleh Jemaat
Laodikia sendiri. Itu merupakan kiasan dari Kidung Agung. Perhatikan kisah di
balik perbandingan ini.
“Aku tidur, tetapi hatiku bangun. Dengarlah, kekasihku
mengetuk. "…
"Bajuku telah kutanggalkan, apakah aku akan
mengenakannya lagi? Kakiku telah kubasuh, apakah aku akan mengotorkannya
pula?"
“Kekasihku memasukkan tangannya melalui lobang pintu,
berdebar-debarlah hatiku.
Aku
bangun untuk membuka pintu bagi kekasihku,…Tetapi tak kutemui, kupanggil,
tetapi tak disahutnya.” (Kid. 5:2-6).
Isteri Salomo yang pertama adalah putri Firaun, raja Mesir
(1 Raj. 3:1,2).
Meskipun
didasarkan pada kesepakatan politik, tampaknya suatu pernikahan yang dilandasi
cinta akhirnya berkembang. Walaupun belakangan Salomo membangun suatu harem
yang sangat besar, riset baru-baru ini mendapati bahwa dia menjalani pernikahan
yang monogami selama 20 tahun pertama (1 Raj. 9:9 ; 10 ; 11:1-4). Urusan cinta
berkembang sedemikian sehingga kontak langsung antara raja dan ratu mungkin
hanya jarang-jarang saja terjadi, karena mereka tinggal di istana yang terpisah
walaupun saling berhubungan (1 Raj. 7:7,8).
Cerita
dalam kisah ini mungkin bercerita tentang seorang wanita spesial dalam harem
Salomo, yang mungkin adalah favoritnya. Dia berharap sang raja akan
mendatanginya malam itu. Setelah menunggu dan menunggu, akhirnya dia menyerah
dan pergi tidur. Lalu kekasihnya datang! Namun dalam kantuknya dia tidak
melompat bangun dan mengundangnya masuk. “Tidak, tidak sekarang. Rasanya aku
tidak ingin bangun dan mengenakan jubahku lagi. Kakiku akan kotor lagi.” Lalu
dia berubah pikiran dan berlari ke pintu lalu membukanya. Sedihnya, sang
kekasih telah pergi.
Ini
adalah skenario mengerikan jika diterapkan pada gereja. Yesus tidak akan
memaksa masuk, tetapi membiarkan gereja untuk memilih. Pesan yang ingin
disampaikan disini adalah bahwa gereja tidak boleh menyia-nyiakan waktu. Jika
Laodikia tidak segera bertindak, akan terlambat jadinya.
Tuhan, bawalah aku mendekat kepada pintu hatiku hari ini. Aku
tidak ingin terlambat membukakan pintu hatiku kepada-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar