Kamis, 28 Maret 2013

25 Maret


“Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa ENGKAU MELARAT, DAN MALANG, MISKIN, BUTA DAN TELANJANG “ (Wahyu 3:17).

Pernahkah Anda bertemu seseorang yang mengurus anjingnya jauh lebih baik ketimbang mereka mengurus anak-anak mereka? Anjing-anjing tidak pernah dimarahi, tidak pernah kelaparan, dan menerima perhatian siang maupun malam hari. Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar . seorang teman saya mengamati situasi semacam itu : “Saya tida percaya dengan reinkarnasi, tapi seandainya ya, saya ingin terlahir kembali menjadi salah satu anjing-anjingnya Pat!” Anjing-anjing diperlakukan sedemikian rupa sehingga merasa istimewa dan menyombongkan diri dengan berasumsi bahwa mereka sepantasnya diperlakukan demikian.
Jemaat di Laodikia juga seperti anjing-anjing yang dimanjakan. Mereka berasumsi bahwa kemakmuran serta kemudahan yang mereka nikmati merupakan hak yang sudah sepatutnya mereka nikmati. Sebagai akibatnya, mereka nyaris tidak merasakan bahwa dosa telah menurunkan derajat kita hingga kepada kemelaratan batiniah dan bahwa kekayaan luar hanyalah kedok. Namun demikian, mereka yang teraniaya dan diperlakukan tidak baik di dunia ini sangat merasakan kondisi menyedihkan yang disembunyikan Jemaat Laodikia dari diri mereka sendiri. Mereka nyaris tidak bisa mengangkat wajah untuk memandang wajah seesamanya, apalagi berdoa memohon kesembuhan.
Seorang pria paruh baya bekerja di sebuah kantor. Penganiayaan seksual semasa kecilnya membuatnya rentan terhadap para para predator seksual di akademi dan universitas. Meskipun ingin untuk menikah dan berkeluarga, dia merasa takut terhadap keintiman dan lari berlindung setiap kali seorang wanita lajang mencoba mengajaknya mengobrol. Orang-orang berpendapat bahwa dia sedikit aneh dan biasanya tidak ingin berurusan dengan luka hatinya. Akhirnya, seorang pendeta melihat benteng yang dibangunnya dan menginvestaasikan waktu berjam-jam dalam persahabatan yang akhirnya membuat rahasia itu terbongkar dan dapat dibereskan.
Jika kita melihat orang-orang dari sudut pandang Yesus, saya pikir kita akan syok menyaksikan kehidupan menyedihkan yang dialami sebagian besar orang. Jarang sekali yang “di beri makan” oleh Firman Tuhan atau sentuhan lembut orang-orang, kehidupan spiritual mereka tidak ada sama sekali, dan di dalam keheningan malam, mereka melihat diri mereka menyedihkan, miskin, buta, dan telanjang. Jika kita telah disentuh dan diubahkan oleh kasih karunia Allah, maka kita dipanggil untuk pergi dan menjadi penyembuh-penyembuh orang-orang terluka ini. bukankah seperti itu kehidupan orang-orang Laodikia saat mereka menyadari kebutuhan mereka.

Tuhan, bukakan mataku terhadap mereka yang lemah, entah mereka menyadari kelemahan itu atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar