“Karena engkau berkata: Aku kaya dan aku telah memperkayakan
diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa, dan karena engkau tidak tahu, bahwa ENGKAU MELARAT, DAN
MALANG, MISKIN, BUTA DAN TELANJANG “ (Wahyu 3:17).
Pernahkah
Anda bertemu seseorang yang mengurus anjingnya jauh lebih baik ketimbang mereka
mengurus anak-anak mereka? Anjing-anjing tidak pernah dimarahi, tidak pernah
kelaparan, dan menerima perhatian siang maupun malam hari. Tidak ada
pengorbanan yang terlalu besar . seorang teman saya mengamati situasi semacam
itu : “Saya tida percaya dengan reinkarnasi, tapi seandainya ya, saya ingin
terlahir kembali menjadi salah satu anjing-anjingnya Pat!” Anjing-anjing
diperlakukan sedemikian rupa sehingga merasa istimewa dan menyombongkan diri
dengan berasumsi bahwa mereka sepantasnya diperlakukan demikian.
Jemaat
di Laodikia juga seperti anjing-anjing yang dimanjakan. Mereka berasumsi bahwa
kemakmuran serta kemudahan yang mereka nikmati merupakan hak yang sudah
sepatutnya mereka nikmati. Sebagai akibatnya, mereka nyaris tidak merasakan
bahwa dosa telah menurunkan derajat kita hingga kepada kemelaratan batiniah dan
bahwa kekayaan luar hanyalah kedok. Namun demikian, mereka yang teraniaya dan
diperlakukan tidak baik di dunia ini sangat merasakan kondisi menyedihkan yang
disembunyikan Jemaat Laodikia dari diri mereka sendiri. Mereka nyaris tidak
bisa mengangkat wajah untuk memandang wajah seesamanya, apalagi berdoa memohon
kesembuhan.
Seorang
pria paruh baya bekerja di sebuah kantor. Penganiayaan seksual semasa kecilnya
membuatnya rentan terhadap para para predator seksual di akademi dan
universitas. Meskipun ingin untuk menikah dan berkeluarga, dia merasa takut
terhadap keintiman dan lari berlindung setiap kali seorang wanita lajang
mencoba mengajaknya mengobrol. Orang-orang berpendapat bahwa dia sedikit aneh
dan biasanya tidak ingin berurusan dengan luka hatinya. Akhirnya, seorang
pendeta melihat benteng yang dibangunnya dan menginvestaasikan waktu berjam-jam
dalam persahabatan yang akhirnya membuat rahasia itu terbongkar dan dapat
dibereskan.
Jika
kita melihat orang-orang dari sudut pandang Yesus, saya pikir kita akan syok
menyaksikan kehidupan menyedihkan yang dialami sebagian besar orang. Jarang
sekali yang “di beri makan” oleh Firman Tuhan atau sentuhan lembut orang-orang,
kehidupan spiritual mereka tidak ada sama sekali, dan di dalam keheningan
malam, mereka melihat diri mereka menyedihkan, miskin, buta, dan telanjang.
Jika kita telah disentuh dan diubahkan oleh kasih karunia Allah, maka kita
dipanggil untuk pergi dan menjadi penyembuh-penyembuh orang-orang terluka ini.
bukankah seperti itu kehidupan orang-orang Laodikia saat mereka menyadari
kebutuhan mereka.
Tuhan, bukakan mataku terhadap mereka yang lemah, entah
mereka menyadari kelemahan itu atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar